Sinta berjalan di koridor, semuanya menatap Sinta. Sinta menyakitkan alisnya bingung. Ah, Sinta ingat sekarang. Ini semua karena ulah Rama yang memposting foto Sinta. Mereka pasti berpikir tentang Sinta dan Rama yang menghabiskan weekend nya bersama.
Sinta mempercepat jalannya, ia berharap cepat sampai dikelasnya. Di tengah perjalanan menuju kelas, Sinta melihat Rama yang akan pergi ke kelasnya. Sinta menengok kanan dan kirinya untuk memastikan tidak ada orang. Sinta mengejar Rama yang sudah berjalan semakin jauh.
“Rama.”
Rama memberhentikan langkahnya, dan memutar tubuhnya untuk menghadap ke Sinta. “Kenapa?”
Sinta mengatur nafasnya sejenak, “Gue minta lo hapus foto gue di instagram lo itu.”
Rama menatap Sinta lekat, kemudian ia menyeringai. Rama mendapatkan sebuah ide yang sangat—mungkin saja—menguntungkan bagi Rama. “Kalo gue gak mau, gimana?”
“Gue bakal ngelakuin apa aja yang lo suruh asal lo hapus foto itu.” perkataan itu yang dikeluarkan oleh Sinta tanpa berpikir panjang.
“Serius?”
“Iya,” jawabnya singkat.
“Gak boleh nolak, ya?”
Sinta mengangguk.
“Beneran nih?”
“Iya, Rama.” ucap Sinta, malas.
“Gak nolak kan?”
“Iya,”
“Apa aja?”
“Iya,”
“Kalo gitu, gue mau lo jadi pacar gue.”
“Iya, eh—” Sinta menyadari sesuatu. Ia mengingat kembali apa yang diucapkan Rama.
Rama tersenyum tipis. “Oke.”
Senyum Rama semakin lebar, saat melihat Sinta yang masih berusaha mengingat sesuatu. Rama tidak tahu, kenapa saat dirinya di dekat Sinta. Rama ingin selalu tersenyum.
“Eh, bentar-bentar. Tadi lo bilang apa?”
Rama tersenyum menyebalkan. “Gue mau lo jadi pacar gue, dan lo jawab iya. Berarti, sekarang lo pacar gue.”
Mata Sinta membulat. “Kok gitu?!”
“Lo kan yang bilang iya tadi.”
“Enggak, mana ada. Salah denger kali.”
“Iya, gue ga mungkin salah denger.”
“Enggak.”
“Iyaa,”
“Enggak, Rama.” tekan Sinta.
“Iya.”
“Terserah lah, kata orang jawa bilang mah yo wis sekarepmu mas, sekarepmu. Pokonya lo kudu hapus itu foto.” ucap Sinta, pasrah.
Rama mengulum senyumnya. “Jadi deal nih, lo jadi pacar gue.”
Sinta tidak menjawab.
“Gue anggap, diam lo berarti iya.”
“Cepetan Rama, udah bel ini. Hapus foto itu sekarang!”
Rama mengambil handphonenya yang ada dalam saku celananya. Ia membuka aplikasi instagram nya dan menghapus foto Sinta.
“Udah,” ucap Rama. “Kalo gitu, gue mau ke kelas dulu. Sampai jumpa, sayang.” Rama meninggalkan Sinta yang sempat terdiam karena perlakuan Rama yang mencium kening Sinta.
Sinta menggelengkan kepalanya, sebelum meninggalkan koridor tersebut.
“Udah gila tuh orang.”
o0o
Rama terus tersenyum sepanjang pelajaran berlangsung, membuat Pandu—yang duduk di sampingnya—menatapnya aneh. Pandu menengok ke belakang, memanggil Raka dan Reyhan yang duduk dibelakangnya.
“Dia kenapa?” Pandu berucap tanpa suara sambil menunjuk ke arah Rama.
Raka dan Reyhan melihat Rama yang terus tersenyum. Kemudian mereka berdua, mengangkat bahunya tidak tahu.
Pandu mendesah kecewa. Pandu kembali menghadap depan, memperhatikan guru yang sedang menerangkan pelajaran. Tetapi, Pandu tetaplah Pandu. Cowok dengan sejuta rasa penasarannya. Jika tidak di obati, maka rasa penasaran itu akan terus menghantuinya.
Pandu memiringkan badannya, menghadap ke arah Rama. “Rama,” bisiknya.
Rama menoleh sekilas dan kembali menghadap depan.
“Lo kenapa senyum terus, kerasukan?” tanya Pandu dengan berbisik.
“Sembarangan. Gue jadian,” jawab Rama tanpa menoleh.
Pandu menautkan alisnya. Berkali-kali—tidak terhitung—Rama menyandang status pacaran, tetapi seingat Pandu, baru kali ini Rama sebahagia itu. “Sama siapa? Bahagia banget lo.”
“Sinta,”
“Ohh... Eh—” Pandu menyadari sesuatu, ia membulatkan matanya. “Serius?!”
Rama menoleh dan menatap serius Pandu. “Emang muka gue keliatan lagi bercanda?”
Pandu menggeleng.
Rama kembali menatap guru, sesekali dia tersenyum ketika mengingat kejadian yang dialaminya dengan Sinta tadi pagi.
Pandu menatap Rama aneh. Ia membenarkan posisi duduknya. Pandu membalikkan badannya, menghadap ke belakang.
“Rama jadian sama Sinta.” ucap Pandu.
Raka dan Reyhan tidak menjawabnya, mereka sibuk mencatat materi yang ada dipapan tulis.
“Raka, Reyhan, jawab gue napa? Diem mulu.”
“Ekhem,” deheman seseorang membuat Pandu mengalihkan pandangannya. Pandu menyengir saat mengetahui siapa yang berdehem.
“Pandu, kamu tahu tidak?”
Pandu menggeleng. “Mana saya tahu, kan bapak belum ngomong.” memang tidak sopan menjawab guru seperti itu, ya tapi ini kan Pandu. Sudah dari sananya seperti itu.
“Kamu itu sangat mengganggu di pelajaran saya, terutama kamu mengganggu teman-teman kamu itu. Teman kamu itu lagi belajar, jangan kamu ajak ngobrol terus. Jangan kira, saya tidak melihat kamu yang terus mengajak ngobrol teman kamu itu. Kalau kamu tidak suka dengan pelajaran saya ataupun dengan saya nya, silakan kamu keluar saja dari kelas saya daripada kamu mengganggu teman kamu yang sedang belajar. Kasian teman kamu itu, mau belajar saja diganggu terus. Jangan mengganggu teman kamu itu!”
Namanya Antoni, biasa dipanggil Pak Toto oleh murid di sekolah ini. Pak Toto sangat disegani, bukan karena dia guru killer. Tetapi karena ceramahnya yang panjang itu. Dia tidak memberikan hukuman kepada anak muridnya yang berbuat ulah, tapi dia akan menceramahinya panjang lebar. Terlalu malas jika berhadapan dengan Pak Toto ini.
“Iya, Pak.”
“Jangan cuma iya, iya, tapi tidak melakukan apa yang saya bilang. Lakukan ya?!”
“Iya, Pak.”
Bel Istirahat berbunyi, membuat Pandu menghela nafasnya. Pak Toto kembali ke meja guru membereskan buku-bukunya. “Ingat Pandu, kalau kamu tidak suka sama pelajaran saya, keluar saja dari kelas saya daripada ganggu kelas saya dan ganggu temanmu yang lagi belajar.” setelah mengatakan itu, Pak Toto keluar dari kelas.
Bersambung...
160420
231220
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ugly (END)
Teen FictionSinta Bella Puspita. Banyak orang yang mengenalnya karena kejelekkan wajahnya. Jerawat banyak bermuculan di sekitar wajahnya. Ia tidak terganggu dengan adanya jerawat di wajahnya. Cuek dan jutek. Kedua sifat tersebut merupakan sifatnya. Ia sangat cu...