Chapter 46

3.9K 243 5
                                    

Rama memaksa Sinta untuk mampir ke rumahnya. Itu pun setelah melewati perdebatan yang panjang. Akhirnya, Sinta juga yang mengalah dengan sifat keras kepala Rama.

“Kak Sinta,” sapa Rian saat melihat Sinta datang bersama kakaknya. Sinta meresponnya dengan tersenyum. “Ayo, main kak.” Rian menghampiri Sinta yang masih berdiri di samping Rama.

Rama yang sudah tahu akan terjadi apa, ia langsung menghalangi Rian dengan berdiri di depan Sinta.

Rian memberengut, “Awas ih.” usir Rian berusaha mendorong Rama agar pergi dati hadapan Sinta.

“Gak mau ya, udah sana kamu main sendiri aja.” suruh Rama dengan mendorong pelan tubuh adiknya.

“Apa sih kak, Rian mau main sama kak Sinta. Minggir ih.”

“Kamu yang minggir, sana main sendiri.”

Rama dan Rian terus berdebat membuat Sinta memijat keningnya yang terasa pusing.

Mama yang mendengarkan keributan dari belakang, langsung melihat hal apa yang terjadi. “Ini kenapa pada ribut sih?” tanya Mama menatap bergantian kedua anaknya.

“Kak Rama, Ma. Rian cuma mau main sama kak Sinta ga di bolehin.”

Mama langsung menatap tajam putra sulungnya, membuat Rama panik mencari alasan. “Enggak, Ma, Sinta sama Rama mau belajar bersama. Masa Sinta di suruh main sama Rian sih, yaudah Rama larang aja deh.” jawab Rama beralasan.

Sinta diam-diam mencibir dalam hati. Belajar apaan?!

Mama mengalihkan pandangannya ke arah Sinta. “Benar itu Sinta?”

“Eh,” Sinta tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya membalasnya dengan senyuman.

“Yaudah Rama mau belajar dulu sama Sinta.” Rama menarik kembali tangan Sinta supaya mengikuti langkahnya.

Sudah berapa kali Sinta di tarik-tarik seperti ini. Astaga, udah kek kambing aja, gerutu batinnya.

o0o

Namun sayangnya, apa yang Rama harapkan tidak terjadi. Rama memberengut melihat Sinta yang malah membantu adiknya mengerjakan tugas. Padahalkan niat Rama membawa ke sini itu untuk... Ah bahkan Rama tidak bisa menjelaskannya.

Rama mendengus membuat kedua orang yang duduk lesehan dibawa menatap Rama aneh.

“Kakak kenapa? Kayak lagi kesel gitu,” ujar Rian.

“Emang,” jawabnya cuek.

Rama berdecak saat kedua orang itu mengabaikannya lagi. Ia memanggil nama Sinta agar Sinta melirik dirinya. Tapi Sinta hanya acuh.

Akhirnya Rama menyerah, ia duduk bersandar dan menatap kedua orang berbeda umur yang sedang belajar sesekali melemparkan candaan.

Rama menghela nafasnya, ia memejamkan matanya. Namun saat mendengarkan dering ponsel Sinta, Rama langsung menajamkan pendengarnya terlebih lagi ketika Sinta menyebutkan nama Alvaro.

“Hari ini, Al?” tanya Sinta kepada Alvaro di sebrang sana. “Boleh deh, nanti gue share location tempatnya.” ujarnya, “oke.”

Sinta mematikan teleponnya, ia melihat Rian yang sedang menulis jawaban tugasnya. “Hari ini kakak ada urusan, nanti kapan-kapan lagi kakak ke sini. Ini juga udah sore, kakak harus pulang.”

Rama membuka matanya, dan melihat Sinta yang telah siap. Pura-pura bertanya, “Mau kemana?”

“Balik,”

“Gue anter,”

Sinta menggeleng, “Gak perlu,” tolaknya.

Namun Rama tidak mau ditolak, ia menggegam tangan Sinta dan menariknya keluar dari rumah untuk pulang ke rumahnya.

Rama teringin mencegah Sinta agar tidak jadi bertemu dengan Alvaro. Tapi teringat dengan perkataan Sinta yang mengatakan jika mereka tidak punya suatu hubungan. Dan itu sudah menjelaskan bahwa Rama tidak punya hak untuk melarang Sinta berjalan dengan siapa pun.

Tapi Rama tetap tidak rela! Mau memberikan penjelasan agar Sinta tidak terus menerus dekat dengan Alvaro juga percuma. Sinta termasuk orang yang tidak peka. Padahal sudah sangat jelas jika Rama itu cemburu. Cemburu!

Haruskah ia mengatakannya secara langsung? Tapi cewek itu Sinta! Yang sangat sulit di luluhkan.

Sial! batinnya dan dengan tidak sadar memukul setir mobil yang dikendarainya.

“Kenapa lo?” tanya Sinta yang duduk disampingnya.

Rama menengok sekilas, lalu menggeleng. “Gak papa.”

“Oh,”

Kan?!

Bersambung...

The Ugly (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang