Rama menghentikan motornya di depan rumah yang cukup besar. Sinta turun dari motor dan berdiri disamping Rama. Rama memasuki rumah itu diikuti dengan Sinta yang berjalan dibelakangnya.
Diruang tamu, ada perempuan paruh baya yang sedang membaca sebuah majalah.
“Ma,”
Mama mendongak, melihat siapa yang memanggilnya. Mama tersenyum kepada putra sulungnya. Tidak lama kemudian, Mama menautkan alisnya ketika menyadari ada seseorang dibelakang Rama.
Seakan tahu yang ada didalam pikiran Mamanya, Rama memperkenalkan Sinta kepada Mama. “Ini Sinta.”
Mama tersenyum kepada Sinta dan Sinta membalas dengan senyum manis yang ia punya.
“Ma, Papa mana?”
“Di kamar,”
Mama membaca masalahnya kembali. “Mama nanti ada urusan di luar kota, sama Papa juga. Jagain adik kamu, ya? Mama sama Papa cuma tiga hari di luar kota.”
“Loh? Kenapa Rian ga ikut sekalian, biasanya juga gitu.” Andika Nofrian Wijaya, adik Rama satu-satunya.
“Gak bisa Rama, Mama ataupun Papa di sana bakal sibuk banget.”
Dengan kebaikan hatinya, Sinta menawarkan dirinya. Sinta berdehem, “Maaf tante, sebelumnya. Kalo misalkan Rama gak mau, biar Sinta aja yang jagain adiknya Rama. Engga papa kok,”
Papa yang baru datang dengan membawa koper besar langsung menimpalinya. “Tuh dengerin! Dia aja mau. Kamu sebagai kakaknya enggak mau jagain adiknya. Kakak macam apa.” cibirnya.
Rama menatap Sinta tidak suka. Ia seperti anak tiri, semua membela Sinta.
“Udahlah, Mama sama Papa pergi dulu. Nanti kalo Rian bangun, kamu bilang ya Mama sama Papa lagi sibuk jadi ga bisa ngajak Rian.”
Orang tua Rama pergi diantar supir pribadinya.
Setelah kepergian orang tuanya, Rama menarik Sinta menuju kamarnya. Rama mendudukkan Sinta di kursi meja belajarnya. Diatas meja belajar, sudah terdapat sebuah buku tugas matematika milik Rama.
“Sekarang, lo jawab dengan bener tugas gue.”
“Ini kan tugas lo. Kenapa gue yang harus jawab, sih?!” tolak Sinta.
“Lo jawab sekarang atau...”
“Atau apa?!” sahut Sinta menantang.
Rama mendekatkan wajahnya ke wajah Sinta. Ia memandang mata Sinta yang sangat cantik dengan iris coklat terangnya. Pandangan Rama turun ke bibir Sinta, yang menurutnya berwarna pink alami.
“Ma—mau apa lo?”
Rama tidak menjawabnya. Ia terus memandang bibir Sinta yang terus memanggilnya untuk segera mengecup bibir mungil itu.
Rama sadar dengan dirinya. Ia menjauhkan wajahnya dengan wajah Sinta. Rama menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran anehnya. “Sekarang, lo jawab tugas gue semuanya.”
Sinta mengangguk. Sinta tidak menolaknya, ia menghindari hal-hal yang tidak sepantasnya terjadi. Jadi, untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan, Sinta dengan terpaksa meng-iya-kan omongan Rama.
o0o
Sinta melemaskan otot-ototnya agar tidak kaku. Akhirnya tugas Rama selesai. Sinta mengedarkan pandangan hingga berhenti di atas ranjang. Terdapat sesosok manusia yang sedang berpetualang dengan alam mimpi.
Sinta merasa haus. Ia berdiri dan pergi menuju dapur. Mungkin tidak sopan, berkeliaran di rumah orang. Tapi, apa boleh buat? Ia sangat haus, sedangkan Rama dengan sangat baik nya tidak memberikan Sinta segelas air.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ugly (END)
Teen FictionSinta Bella Puspita. Banyak orang yang mengenalnya karena kejelekkan wajahnya. Jerawat banyak bermuculan di sekitar wajahnya. Ia tidak terganggu dengan adanya jerawat di wajahnya. Cuek dan jutek. Kedua sifat tersebut merupakan sifatnya. Ia sangat cu...