Chapter 5

9.1K 624 13
                                        

Sinta sedang berada di tempat parkir. Ia menengok kanan dan kiri persis seperti orang yang sedang mencari sesuatu. Di tangannya ada sebuah paper bag. Sesekali Sinta melihat jam tangan, sebentar bel masuk akan berbunyi. Tetapi orang yang dicarinya belum keliatan batang hidungnya.

Dari arah kejauhan, ia melihat sebuah motor sport yang baru saja memasuki gerbang sekolah. Sinta tidak mengenal si pengendara motor sport itu.

Setelah melahirkan motornya, si pengendara membuka helm fullfacenya. Sinta memang tidak mengenal namanya, tapi Sinta masih mengingat wajah itu.

Sahabat Rama.

Sinta menghampiri si pengendara itu. "Eh, tunggu!!" ucapnya ketika si pengendara itu akan meninggalkan parkiran.

Si pengendara itu berhenti, melihat kanan dan kirinya. Siapa tau saja, yang dia panggil bukan dirinya. "Iya?"

Sinta langsung berjalan cepat, menghampirinya dan memberikan paper bag itu.

"Buat gue?"

Sinta menggeleng. "Bukan! Itu punya Rama."

"Rama?"

"Iya, baju Rama yang kemarin."

"Kenapa gak langsung kasih ke orangnya?" si pengendara mengangkat alisnya, bingung.

"Bentar lagi bel masuk. Gue udah nunggu dari tadi, tapi Rama gak dateng-dateng. Gue nitip, ya?"

Si pengendara itu mau menolaknya. Seakan tahu apa yang ada dipikiran si pengendara itu, Sinta menunjukkan wajah memelasnya. "Please, mau ya?"

Si pengendara itu menghembuskan nafasnya. Lalu ia mengangguk, menyetujui permintaan Sinta.

Sinta menatapnya dengan mata berbinar, seperti anak kecil yang baru saja di kasih permen. "Thank you, emm..."

"Raka, nama gue Raka."

Sinta tersenyum. "Thank you, Raka. Kalo begitu gue ke kelas dulu." Sinta pergi dari hadapan Raka menuju kelas.

Menurut Raka, Sinta tidak sejelek apa yang orang katakan. Sinta memiliki daya tarik tersendiri saat dirinya tersenyum. Mungkin semua orang tidak menyadarinya, dikarenakan Sinta yang jarang tersenyum. Dapat dibilang senyum Sinta itu mahal.

***

Bertepatan dengan bel masuk, Rama baru saja memasuki kelasnya. Ada yang aneh dengan penampilan Rama kali ini. Tapi apa itu? Para sahabatnya bertanya-tanya dalam hati.

Baju Rama kekecilan.

Para siswi di kelasnya menjerit seperti seseorang yang baru saja bertemu dengan idolanya. Baju seragam Rama sangat membentuk badan Rama yang sangat sempurna.

Pande bertanya setelah Rama duduk di depannya, di samping Raka. "Ada apa dengan baju lo?"

Rama menoleh. "Baju gue kan ada di si jelek."

"Kenapa gak lo beli lagi? Jangan kayak orang susah deh. Bokap lo bangkrut?" tanya Pandu dengan nada menyindir.

"Enak aja! Gue masih kaya. Bahkan cabang perusahaan bokap gue ada dimana-mana." ucap Rama menyombongkan harta kekayaan orang tuanya. Begitulah anak jaman sekarang, terlalu banyak menyombongkan harta kekayaan orang tuanya.

"Kaya sih, tapi pelit."

Saat akan membalas sindiran Pandu, Reyhan membuka suara. "Lo gak mau ambil baju lo gitu?"

"Ini gue mau ke sana."

Saat akan melangkah, Rama dihalangi oleh Raka. "Lo mau kemana?"

"Lo gak denger?" Rama memainkan kedua alisnya.

"Mau apa ke sana?"

Rama berdecak, "Ck, ambil bajulah. Masa iya mau ngapelin si jelek." ucap Rama tertawa santai.

Raka memberikan paper bag yang diberikan oleh Sinta. "Ini,"

"Apa?"

"Baju lo dari Sinta."

Rama menatap tajam Raka. "Kok ada di lo?"

"Sinta tadi nitip."

"Kenapa gak langsung ngasih ke gue?"

Raka mengangkat bahunya. "Katanya sih, hampir bel masuk. Dia udah nungguin lo diparkiran, tapi lo gak dateng-dateng."

Rama tampak tidak peduli, ia membuka paper bag itu. Bau lavender langsung memasuki indra penciumannya ketika ia membuka paper bag itu. Ia sangat menyukai bau ini.

Rama langsung mengganti bajunya dengan baju yang telah di cuci oleh Sinta. Bau pewangi lavender ini sangat harum. Bahkan bau parfum Rama yang berbau lavender, tidak seharus ini.

"Baunya wangi banget." saat Pandu ingin memegang baju seragam Rama, Rama langsung menepisnya dengan kasar.

"Jangan pegang-pegang!"

"Ish! Pelit banget. But, it's okay gue bisa minta Sinta buat cuciin baju gue dengan pewangi ini." ucap Pandu santai.

"Lo pikir Sinta pembantu lo?!"

"Memang bukan sih, tapi gue bisa minta ke Sinta secara baik-baik. Gak kayak orang itu, nyalahin Sinta cuma gara-gara jus yang tumpah. Padahal mah cuma noda kecil. Dasar kardus!"

"Apa?!"

"Udahlah, kalian itu bikin gue pusing mulu. Ribut terus kerjaannya." Reyhan menengahi.

"Dia duluan yang mulai." Rama menunjuk Pandu.

"Lo yang mulai." sahut Pandu tidak terima.

"Lo,"

"Lo."

"ALFRENDO RAMA WIJAYA! PANDU DIRGANTARA! APA YANG KALIAN RIBUTKAN DIBILAKANG SANA!!!" suara Pak Juna menggelegar di dalam kelas. Namanya Junaedi, guru yang paling galak di sekolah ini.

"Enggak, kita gak ribut kok Pak. Iya kan, Ram?" Pandu menunjukkan cengirannya.

"Iya," Rama juga menunjukkan cengiran bodohnya.

"Oke, kita lanjutkan pelajaran kemarin." dan seterusnya Pak Juna hanya menerangkan pelajaran biologi.

***

Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bersambung...

Ig: @belllaa.08_

Dibuat 201219
Pindah 210720

The Ugly (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang