29. Sidang

382 59 37
                                    


dimohon banyak komentar, ya! kalau enggak, saya ngambek tiga bulan! 🚫

✨✨

Ibuk benar, hidup itu hanya perlu dijalani. Hidup adalah perjalanan panjang yang mengharuskan kita untuk selalu belajar dan pantang menyerah. Dan karena itu, aku berhasil membuktikan kepada Ibuk bahwa aku bisa.

"Congrats!"

Ucapan selamat yang tidak ada henti-hentinya membuat dadaku menghangat. Terima kasih banyak kepada penghuni Kontrakan Cewek-cewek Cakep, Megantara, dan Mas Bumi yang membuat perayaan kecil di kontrakan. Padahal langkahku masih panjang, aku baru berhasil merobohkan satu pagar yaitu sidang proposal. Tidak rugi juga selalu menghabiskan waktu dua sampai tiga jam setiap hari untuk melakukan bimbingan dengan Pak Wasesa.

Jangan lupakan niat modusnya juga. Paman tua itu bukannya hanya mau mendukungku untuk segera sidang proposal, tapi dia juga sekalian modus biar selalu berada di dekatku setiap hari. Semula kukira kalau kuliah online akan membuatku tak melihatnya, tapi rencana sampahku justru membuat kami selalu dekat dan bertemu.

Omong-omong, bagian ruang tamu di kontrakan telah dihias sedemikian rupa oleh Olivia dan Alinea. Ada banyak pita-pita warna merah, serta balon-balon dengan warna senada. Aku tak paham, perayaan ini justru lebih mewah dari hari ulang tahunku.

Oh ya, sekadar informasi, aku sudah tidak merayakan ulang tahun sejak setahun terakhir. Aku menerima kado yang diberikan, juga mengapresiasi segala macam ucapan yang datang melalui pesan singkat. Akan tetapi, dari sudut pandangku sendiri, aku tak merayakan itu. Toh, tak ada bedanya juga. Aku hanya semakin menua, justru semakin dekat dengan kematian.

Olivia dan Alinea bertugas menghias ruang tamu, sedangkan Agatha bertugas untuk membeli kue dan rangkaian bunga. Benar-benar terlalu mewah untuk sekadar sidang proposal. Langkahku sungguh masih jauh. Yang menjadi menu utama adalah skripsi, Kawan-kawan.

Dikarenakan situasi sekarang yang semuanya dilakukan dari rumah, sidang proposalku pun dilakukan via zoom. Aku sangat gugup, tentu saja sama dengan apa yang kalian rasakan. Tak ada bedanya dengan yang lain, kedua telapak tanganku berkeringat banyak sekali.

Sebelum memulai semuanya, tak lupa aku menelpon ayah dan ibuk untuk meminta restu. Oh, tambahan! Aku juga menghubungi Jason via chat meskipun dia belum membalasnya sampai sekarang. Kurasa itu wajar, karena jarak jauh dan juga waktu yang berbeda. Di Finlandia sana, Jason mungkin masih mendengkur.

"Kita bisa buka toko bunga, lho!" ucapku ketika menyadari betapa banyaknya rangkaian bunga yang kudapat.

Semuanya belum rapi, jadi aku hanya meletakannya sembarangan di atas sofa. Tadi banyak teman satu angkatanku yang datang ke kontrakan untuk sekadar memberi selamat dan rangkaian bunga. Situasinya belum kondusif karena corona, jadi mereka tak lama-lama dan bergegas pamit. Asalkan sudah dapat satu foto untuk konten, maka sudah cukup bagi mereka. Aku belum membuka media sosialku sih, tapi kuyakini banyak yang mengunggah foto kami tadi dengan berbagai macam caption.

Megantara maju untuk memeluk tubuhku, lalu dia berkata lirih, "Selamat dan terima kasih udah bekerja-keras, Gizka."

Aku tersenyum senang, lalu menepuk bahu Megantara sebanyak dua kali sebagai bentuk dukungan. "Lo juga, ya! Minggu depan harus lancar jaya pokoknya!"

Tak kusangka, justru aku yang lebih dulu melakukan sidang proposal dibanding si jenius Megantara. Dia baru akan melakukannya minggu depan, tentunya masih via zoom. Meskipun kesepakatan work from home atau PSBB berakhir tanggal 23 April—yang artinya dua hari lagi, tapi kurasa kampus masih akan tutup mengingat persebaran virus itu yang justru semakin kuat. Aku melihat data persebaran virus corona kemarin di internet, angkanya mencapai 10.000 kasus dalam sehari. Bukannya ini begitu menyedihkan? 10.000 kasus yang terdeteksi, lalu yang tidak? Wah, mungkin jauh lebih banyak lagi. Tanpa kita sadari, virus itu sudah berkeliaran di sekeliling kita dan siap memangsa.

BUMI & EVAKUASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang