kalian ada curiga ke siapa gitu gak?
✨✨
Mungkin bukan hanya perkiraanku saja, tetapi ekspresi di wajah Jiwaraga tidak cukup baik. Dia menatap Pak Wasesa dalam-dalam, seperti akan mengunyah lelaki yang kini sedang bertelepon dengan seseorang di seberang sana.
Pak Wasesa berdiri sekitar dua meter di depan kita berdua.
“Kamu kenapa?” Aku mencoba menyentuh lengan Jiwaraga dengan lembut, berhasil membuatnya menolehkan kepala dan berhenti memandangi Pak Wasesa. Lalu, aku menurunkan masker kain motif batik yang melindungi mulut dan hidungku dan bertanya, “Are you okay?”
Jiwaraga juga menurunkan maskernya, kemudian dia memaksakan senyum. “Enggak apa-apa, kok, Kak.”
Dia sedang bohong.
Seratus persen, percaya padaku!
Kita menunggu di luar rawat inap Tatjana dalam keheningan, karena Jiwaraga kembali memandangi Pak Wasesa dengan sorot yang jelas-jelas menunjukan ketidaksukaannya kepada dosen muda itu.
Tak lama kemudian, Jiwaraga dipanggil oleh dokter yang menangani Tatjana dan dia harus meninggalkanku untuk bicara empat mata dengan dokter tersebut. Sebelum dia melangkah pergi, dia sempat mengelus puncak kepalaku dan mewanti-wantiku untuk menjaga diri. Dari siapa? Tanpa bertanya pun, aku sudah tahu.
Dia ingin aku bisa menjaga diri dari lelaki yang kini sudah selesai bertelepon dan berjalan mendekatiku.
Dia tidak tersenyum.
”Dia salah satu anggota tim pengacaranya Audissa, ya?” tanyanya, to the point. Kalau dilihat-lihat, dia tampaknya sedang cemburu.
Aku menahan senyum, sengaja ingin menghancurkannya perlahan-lahan dengan memanfaatkan perasaannya. Kalau fisik tak bisa diusik, maka biarkan hatinya saja yang aku cincang-cincang jadi beberapa bagian.
“Iya,” jawabku, pendek.
Sebelah alisnya terangkat. “Kenapa kamu pergi sama dia? Katanya, dia juga yang menemani kamu ke dokter kandungan. Benar itu?”
“Benar.”
“Kenapa jawabnya singkat?”
“Males,” sahutku, kemudian meloloskan helaan napas panjang dari ujung tenggorokan. Aku menyandarkan punggung ke dinding yang dilapisi keramik warna hijau telur bebek—warna khas rumah sakit. Lalu, “Kamu ngapain ke sini? Perasaan enggak ada yang kasih tahu tentang insiden Tatjana, kan? Mencurigakan.”
“Kamu sekarang curiga sama aku?” tanyanya, tak percaya. Aku manggut-manggut, berusaha kalem. Lalu, “Enggak ada yang perlu kamu curigai dari aku, Gizka. I’m on your side.”
Silit.
Aku berupaya untuk terlihat tidak peduli, kemudian membiarkan keheningan mengambil alih seperti tadi. Sejujurnya, aku sedikit was-was kalau dia akan melakukan sesuatu padaku.
Pernyataan cinta yang dia lakukan masih abu-abu, karena dia mungkin hanya ingin menjebak diriku untuk masuk ke dalam permainan busuknya itu.
Dia berada di bawah kaki Antares.
Nama Wasesa terdaftar sebagai pemegang saham Rumah Balerina.
Wasesa La Anggara tidak berada di pihakku, dan dia adalah pembohong ulung.
Ekor mataku sedikit menyipit ketika aku melihat seseorang berjalan mendekat. Langkahnya begitu gagah, dengan bahu lebar dan kaki yang panjang. Langkah demi langkahnya membuat netraku bisa menemukan bayangannya dengan jelas. Dan, saat dia berdiri tepat di hadapanku, mulutku terkunci.
![](https://img.wattpad.com/cover/203178876-288-k855763.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI & EVAKUASI
Fanfic[Original Fiksi/🔞] - "Bukannya kamu yang bunuh dia? Kamu bilang, kamu mau membunuh orang itu untuk aku." (Brave Series #3) Jogja identik dengan hal-hal klasik, indah, dan romantis bagi banyak orang. Tapi, bagi Gizka, Jogja juga adalah rumah. Dia in...