45. Halo Brian

391 40 32
                                        

kemarin banyak yang enggak dapat notifikasi, jadi bisa baca bab sebelumnya dulu, ya.

yang udah baca, boleh langsung klik bintang dan baca lanjutannya dibawah ini! matur suwun!

✨✨

Kak Brian menatapku tajam. “Udah kubilang, lindungi diri sendiri baru orang lain. Apa kamu enggak tahu kalau gerak-gerikmu lagi diawasi, hah?!”

Dia memang sering mengomel, jadi ini bukan yang pertama kalinya. Tapi, tetap saja berat. Demi Tuhan, ini berat. Mendengar omelan Kak Brian di telinga kiri dan mendengar omelan Jasonna dari telinga kanan. Tolong, ingin tuli untuk sementara.

Jasonna berkacak pinggang. “Aku udah bilang sama dia, Kak. Tapi... kayaknya dia ngomong aneh-aneh sama Pak Adam.”

Aku baru mendaratkan pantatku di atas kasur setelah diizinkan pulang oleh dokter dan dicek bahwa aku tidak mengalami luka apa pun. Kata dokter, aku tidak sadarkan diri bukan karena luka benturan melainkan shock hebat—Jasonna tampaknya ingin membodohi aku meskipun aku tidak tahu apa motifnya karena dia tidak pernah berbohong begitu. Terpeleset katanya, ah... Yang benar saja! Dia harus belajar cara berbohong dariku, yang selalu berpura-pura sudah memaafkan masa lalu. Namun, beruntung, aku punya waktu untuk mengobrol berdua dengan dokter sebelum pulang.

Setelah kuingat-ingat lagi, ya aku terjatuh ke lantai teras Rumah Balerina karena aku terkejut melihat penampilan Rakabuming yang dibalut darah. Bajunya berwarna putih polos, sehingga warna darah tersebut tampak begitu menyala. Dan juga, tangannya berlumuran darah. Dia berlari cepat sekali dari dalam, sehingga dia hampir menabrak tubuhku. Kalau dia tidak punya rem, mungkin aku akan terpental.

Ingatan pendek ini membuatku memikirkan Pak Adam. Sepertinya benar, oknum polisi satu itu memang tidak suka aku. Sudah jelas kalau aku hanya berada di tempat yang salah, tapi bukan berarti aku juga turut bersalah.

Aku tidak membunuh.

Kalian percaya padaku, kan?

Kak Brian mendorong dada Jasonna dan, “Apa kamu enggak kasih dia nasehat sebelum keluar kamar? Aku titip pesan sama kamu, kan? Posisi Gizka sama sekali enggak diuntungkan.”

Jasonna langsung menunduk patuh. “Maaf, enggak sempat. Pak Adam datangnya cepet banget. Dia tahu dari mana kalau Mbak Gizka udah siuman, ya?”

Kak Brian gantian menyentil dahi Jasonna. Tampaknya cukup keras, karena adikku sampai merintih menahan sakit. Lalu, “Dia bahaya, Jasonna. Dia lagi ngawasin kehidupan Gizka. Ya, dia pasti tahulah! Mungkin dia jadi stalker atau dia pasang alat penyadap suara di ruangan itu.”

Aku termenung setelah mendengar ucapan Kak Brian. Tampaknya dia terlalu banyak menonton film thriller, makanya punya imajinasi sejauh itu. Stalker dan alat penyadap suara sangat tidak mungkin digunakan oleh Pak Adam.

“Kenapa malah main salah-salahan, sih?” tanyaku, gemas ingin menjambak rambut keduanya. “Jangan kejauhan mikirnya, dia enggak bakal bisa masukin aku ke penjara! Enggak ada bukti akurat kalau aku ikut bunuh.”

“Diam!” seru Kak Brian, kemudian mengalihkan pandangan dariku dan mengacak rambutnya yang hampir gondrong. “Fuck! Aku juga salah sih, seharusnya aku bersihin dulu ruangan itu sebelum aku tinggalin!”

Benar-benar terlalu mendramatisir. Apa yang mau dibersihkan? Memangnya Pak Adam sungguh memasang alat penyadap suara di ruang rawat inapku? Dia pasti pintar, tidak mungkin memasang benda seperti itu di rumah sakit. Bukannya namanya pelanggaran? Dan, rumah sakit yang kutiduri itu adalah milik swasta. Bukannya dia harus izin dahulu kalau mau memasang alat semacam itu? Dia kan polisi, jadi dia harus taat aturan, kan? Jelas, itu tidak mungkin!

BUMI & EVAKUASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang