✨✨
November 2017
Dulu saat aku masih memakai seragam putih abu-abu, aku selalu berkhayal bahwa dunia kampus itu akan sangat menyenangkan untuk dijalani. Ya, pada awalnya aku fine-fine saja. Dimulai dari pendaftaran melalui jalur SNMPTN, SBMPTN, sampai mandiri yang menurutku memusingkan kepala. Aku masuk ke kampus impianku melalui jalur SBMPTN, dan juga berhasil masuk ke jurusan Hubungan Internasional yang sejak masuk SMA sudah aku jadikan target. Teman-teman sekelasku paling tahu betapa ambisiusnya aku untuk masuk jurusan itu.
Masa-masa OSPEK sampai Inagurasi, aku melewati semuanya dengan rasa syukur ke Yang Maha Kuasa. Aku tidak merasa terbebani sama sekali. Namun, semuanya berubah ketika aku harus mengikuti OSPEK di Jurusan Hubungan Internasional. Ada beberapa kakak tingkat yang tidak aku suka. Ada beberapa yang menurutku sok superior supaya dianggap keren. Maksudku, apa manfaatnya mereka membentak padahal tidak ada kesalahan? Mereka terus berusaha mencari celah supaya bisa mengeluarkan dendam mereka, karena mungkin mereka dulu juga dibentak-bentak. Sebuah drama amatir yang memuakan. Aku tidak mau munafik, aku harap aku tidak akan terlalu sering berhadapan dengan mereka selama kuliah.
Semuanya semakin memuakan, ketika aku mendapatkan tugas untuk mewawancari seorang kakak tingkat yang terkenal misterius dan tidak banyak omong. Oh iya, aku bahkan tidak pernah melihat dia sebelumnya.
Kata teman-teman satu angkatanku, dia itu seperti ninja yang tidak pernah kelihatan. Yang aku punya hanya selembar profilnya yang dilengkapi dengan foto. Kalau dilihat sekilas hanya dari foto, dia masuk kategori kakak tingkat ganteng. Bisa masuk akun Instagram kampus khusus mahasiswa ganteng, mungkin.
Aku sudah pesimis karena selama berhari-hari aku gagal menemukan keberadaannya. Apa dia suka bolos, ya? Atau, dia punya ilmu menghilangkan diri? Padahal deadline pengumpulan hasil wawancara sudah di depan mata. Selama berhari-hari aku uring-uringan tidak jelas, sampai... sesuatu terjadi yang membuatku mematung karena tidak siap.
Aku bertemu dia di ruang Himpunan Hubungan Internasional saat aku hanya iseng mau ngadem karena cuaca di luar sangat terik. Aku juga tidak paham kenapa cuaca berubah-ubah. Kemarin hujan turun deras, tapi sekarang langit sedang panas-panasnya. Kulitku seperti akan terbakar. Sialnya, aku punya alergi yang membuat kulitku kemerahan.
Dia sendirian sedang membaca sebuah buku, dan juga tampak terkejut melihatku masuk. Bisa dibilang bahwa kami hanya berdua di dalam ruangan ini. Aku mematung karena kaget bisa bertemu dia di sini. Saat dicari tidak ada, saat tidak dicari justru memunculkan diri seperti setan. Yang membuatku semakin mematung adalah, sorot netranya. Dia tampak sedikit mengintimidasi. Kakiku seperti akan mencair.
Kalau putar balik, aku tidak akan bisa mewawancarai dia dan aku mungkin akan mengorbankan angkatanku.
Peraturannya adalah, kalau ada SATU orang yang tidak mengumpulkan hasil wawancara maka SATU angkatan akan kena hukum.
Sialan.
"Kamu nyari aku, ya?" Berbanding terbalik dengan sorot netranya, suaranya ternyata cukup rendah. Aku bahkan hampir tidak bisa mendengarnya. Lalu, dia mengusap spot di sebelahnya. Kebetulan dia duduk di atas tikar, bukan di kursi. "Duduk sini," lanjutnya.
Aku dengan ragu-ragu mendekat ke arahnya dan duduk. Butuh waktu beberapa saat sampai aku bisa mengumpulkan kewarasan dan mengeluarkan buku catatan. Aku bersiap-siap mau mewawancarainya. Tidak tahu juga, kenapa nasibku sial sampai harus mendapat tugas mewawancarai dia? Padahal, teman-teman satu angkatanku mendapatkan senior yang baik--iya, menurutku baik. Karena sejak awal aku sudah tidak suka, aku menganggap bahwa diriku ini kena sial.
![](https://img.wattpad.com/cover/203178876-288-k855763.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI & EVAKUASI
Фанфик[Original Fiksi/🔞] - "Bukannya kamu yang bunuh dia? Kamu bilang, kamu mau membunuh orang itu untuk aku." (Brave Series #3) Jogja identik dengan hal-hal klasik, indah, dan romantis bagi banyak orang. Tapi, bagi Gizka, Jogja juga adalah rumah. Dia in...