[Original Fiksi/🔞] - "Bukannya kamu yang bunuh dia? Kamu bilang, kamu mau membunuh orang itu untuk aku." (Brave Series #3)
Jogja identik dengan hal-hal klasik, indah, dan romantis bagi banyak orang. Tapi, bagi Gizka, Jogja juga adalah rumah. Dia in...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
✨✨
6 Juni 2020
Aku terbangun di sebuah ruang rawat inap di rumah sakit. Ada infus terpasang di punggung tangan kiriku. Mataku masih memburam, sehingga aku berusaha mengakrabkan diri dengan cahaya yang masuk ke ruangan ini.
Tunggu dulu! Ini benar-benar di rumah sakit, kan? Aroma khas obat-obatan mengikat indra penciumanku. Dan dengan interior warna hijau muda serta infus di tangan, tentu saja benar kalau aku berada di rumah sakit.
"Ini bukan halusinasi, kan?"
Aku bermonolog sendirian, karena tidak ada siapa pun di ruangan ini. Kepalaku terasa sakit, seperti baru membentur sesuatu. Dengan kesadaran yang masih setengah, aku mencoba mengingat-ingat apa yang sebelumnya terjadi sampai aku terdampar di tempat beraroma aneh ini. Jujur ya, aroma obat-obatan rumah sakit itu tidak enak sama sekali.
Pintu ruang rawat inap terbuka pelan, kemudian wajah tampan Jasonna Gazza yang muncul membuatku merasa lebih tenang. Bocah itu melangkah terburu-buru mendekatiku, kemudian meletakan telapak tangannya di dahiku.
"Udah lebih baik, kan?" tanyanya, sembari menarik kursi kayu dan mendudukan pantatnya di sana. Netranya membagikan sorot hangat dan nyaman. Lalu, "Aku tadi beli makanan dulu, Mbak. Maaf ya, enggak ada pas kamu siuman."
Aku tersenyum teduh. "Makanannya mana?"
Dia nyengir gemas. "Udah kumakan di luar dong! Masa makan di sini, sih? Nanti banyak semut, terus aku kena omel dua Nyonya."
Aku menatapnya heran. "Dua Nyonya?"
"Galuh dan Ibunda."
Aku manggut-manggut. "OALAH."
Aku menarik senyum sedikit dan mengamati ruang rawat inapku sekali lagi, kemudian menyadari bahwa kamar inap ini bukan kamar inap kelas biasa. Ada kulkas dan sofa empuk yang menunjukan bahwa kamar inap ini termasuk kamar inap VIP.
Sebelum aku sempat bertanya, Jasonna seperti bisa membaca isi kepalaku. Dia menjelaskan, "Kak Brian yang bayarin kamar ini."
Keningku berkerut. "Hah?"
"Kak Brian," ulangnya.
Aku sempat termenung sejenak, dan, "Orangnya ada di mana sekarang?"
Jasonna menunjuk ke luar ruangan. "Tadi sih pamit mau ketemu Kak Audi dulu. Mau makan siang bareng."
Mataku melebar sempurna, lalu aku mencoba untuk mengubah posisi menjadi duduk. Jasonna membantuku dengan lembut sembari menata dua buah bantal untuk menjadi singgasana sandaran punggungku. Setelah itu, aku bertanya, "Kak Audi ada di Jogja sekarang? Gimana keadaannya? Baik-baik aja kan kandungannya? Udah enggak kontak sama dia dua bulan ini, kayaknya. Dia juga sibuk, kan?"
"Udah gede perutnya," jawab Jasonna, pendek.
"Masih jadi pengacara?"
Jasonna mengangguk lemah. "Katanya sih, dia mau istirahat sebentar karena perutnya udah gede dan dia mulai susah kerja berat. Ngos-ngosan, Sist."