18. Call Me Baby

668 80 47
                                    

✨✨

Awal Maret 2020

Aku tidak mengindahkan ucapan Megantara sama sekali, kemudian langsung masuk ke dalam bar yang menyuguhkan musik indie dengan penerangan seadanya.

Memang konsepnya begitu.

Lampunya remang-remang, tapi volume lagunya keras sekali sampai telingaku sedikit sakit. Apa Mas Bumi tidak bisa mencari tempat lain yang lebih bagus? Mana bisa mabuk di tempat berisik seperti ini. Kepalaku mulai sakit karena suara bass-nya seperti sengaja ditonjolkan.

Jedag-jedug, bikin puyeng.

Netraku langsung menemukan meja di mana Mas Bumi dan rekan-rekan kerjanya sedang menyantap minuman haram itu. Aku sudah tidak mau ambil pusing, lagi pula itu hak dia untuk mengkonsumsi minuman itu. Yang terpenting, dia aman dan nyaman. Dari jarak ini, dia terlihat baik-baik saja. Dia sibuk tertawa bersama teman-temannya, sambil menggoyangkan gelas-gelas berisi alkohol.

Sebelum datang ke sini, aku sebenarnya pergi ke apartemen Mas Bumi. Aku menekan bel beberapa kali tapi tidak ada jawaban. Karena itu, aku nekat memasukan PIN untuk masuk ke sana. Toh, dia sendiri yang memberitahuku nomor PIN apartemennya. 6666, bulan kelahiran kami. Hasilnya nihil, ternyata dia memang tidak ada di sana. Setelah keluar dari sana, aku justru bertemu dengan tetangga apartemennya yang memang sudah beberapa kali melihatku.

Dia bilang kalau ada sekelompok orang datang mencari Mas Bumi. Katanya, Mas Bumi merebut istri orang sampai ke tahap bungkus. Kalian tahu, ya tahap yang begitu jauh di mana mereka sudah tidur bersama.

Aku tidak langsung percaya, dan aku juga tidak mau berasumsi dulu. Kedatanganku ke bar bukan untuk menyulut keributan, melainkan untuk menyelamatkan Mas Bumi supaya dia tidak dikeroyok. Tujuan utamaku adalah memastikan dia selamat, karena orang-orang yang mencarinya dikatakan berbadan tegap seperti preman pasar.

Aku melangkah mendekati mejanya, setelah sebelumnya memaksa Megantara untuk menunggu di motornya saja. Ini urusanku, jadi dia sebaiknya tidak terlibat. Aku hanya titip pesan kepada Megantara, kalau keadaan mulai terdengar chaos maka aku meminta dia menelepon bantuan; anggap saja polisi. Hanya kalau dibutuhkan. Namun, semoga aku bisa meng-handle keadaan dengan baik. Terkadang polisi justru membuat semuanya menjadi lebih rumit.

Mas Bumi benci itu.

Dugaanku terbukti. Tepat saat aku sampai di meja yang disewa oleh Mas Bumi dan rekan-rekan kerjanya, sekelompok orang merangsak masuk dengan muka garang. Aku rasa, mereka mirip preman-preman penagih hutang yang biasanya muncul di sinetron azab.

"Mana yang namanya Rakabuming?!" tanya salah satu dari mereka. Jelas, tangannya siap untuk meninju.

Mas Bumi sebenarnya terkejut dengan kehadiranku, tapi dia jauh lebih terkejut dengan kedatangan preman-preman itu.

Salah satu preman itu mendekat, yang langsung menarik kerah kemeja Mas Bumi. Aku bisa melihat kalau tangan Mas Bumi gemetar. Dia pasti tidak menyangka kalau dia akan dikeroyok malam ini. Yaaa, memangnya siapa juga yang menyangka akan diberi kejutan sehebat ini? Rekan-rekan kerja Mas Bumi juga mematung, kemudian mundur perlahan-lahan. Mereka semua terlihat sangat pengecut di mataku.

Awalnya kukira kalau aku akan melihat sebuah perkelahian sengit antara Mas Bumi bersama rekan-rekan kerjanya dan para preman itu. Namun, aku justru mendapati kenyataan betapa pengecutnya semua lelaki di hadapanku saat ini.

Mas Bumi, kamu enggak bisa apa-apa tanpa aku. Lihat kan, enggak ada siapa-siapa berdiri bersamamu. Mereka mundur, bikin malu aja.

"AAAKH!"

Aku tiba-tiba berteriak keras sehingga mencuri atensi semua orang yang ada di sana. Aku melirik Mas Bumi dan memberinya kode dengan menaikan alis. Lalu, aku mengubah letak cincin di jariku secara diam-diam. Yang sebelumnya kupakai di jari tengah, aku ubah ke jari manis. Aku juga berusaha keras untuk memanfaatkan kemampuan aktingku. Oh, jangan salah! Aku sempat ikut UKM Teater saat semester satu.

BUMI & EVAKUASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang