20. Pemicu Detak Jantung

477 69 29
                                    


✨✨

Langit di luar sana abu-abu. Mataharinya sembunyi, seolah takut akan dimarahi. Persis seperti ruangan di dalam hatiku, yang lampunya mati karena diserang patah hati. Dadaku sakit sekali, rasanya ingin menyudahi semuanya saat ini juga. Namun, dia semakin membuatku takut.

Aku takut.

Ketika mataku terbuka pagi ini, aku tentu berada di sebuah apartemen milik seseorang. Kepala belakangku juga terasa sakit, akan tetapi tidak sesakit hatiku yang berada di dalam sana. Mungkin, dia sudah hancur berantakan.

Setelah aku terbangun dari mimpi buruk itu, aku melihatnya berjalan menghampiriku. Tak ada permintaan maaf atau penjelasan apa-apa, yang pasti gaun sialan itu sudah tergeletak di lantai. Mas Bumi bilang dia menggantikan pakaianku, karena aku tidak menyukai gaun itu. Dia juga bilang, dia akan membuangnya nanti sambil berangkat ke kantor. Kondisinya tidak terlihat baik. Matanya memerah. Apakah dia menangisiku? Kuharap begitu.

Hati kecilku menginginkan itu.

Sebelum berangkat bekerja, dia memberiku sarapan. Nasi uduk enak dari depan apartemennya. Setiap kali aku menginap di tempatnya, dia memang selalu membelikanku makanan itu. Perlu kuakui, rasanya sangat enak dan bisa memberiku banyak rasa senang. Nasi uduk terenak se-Jogja. Ya, makanan enak juga salah satu alasan untuk bahagia, kan? Sayangnya, ketika aku mengunyah makanan itu, aku tidak bisa menelannya.

Tenggorokanku kesulitan menerima itu.

Betapa bodohnya diriku menerima makanan dari lelaki yang hampir membunuhku. Apa dia tidak bisa menggunakan otaknya? Kepala bagian belakang adalah wilayah rawan. Kalau tidak beruntung, aku mungkin sudah terbaring koma sekarang. Bertahan antara hidup dan mati.

Akan tetapi, sekarang pun aku merasa sudah mati.

Bersamanya, aku mati rasa.

Seolah belum cukup puas melukai kepala belakangku, dia sempat meninggalkan kiss mark dengan penuh paksaan di leherku. Sudah kubilang, dia dirasuki setan. Entah apa yang membuatnya seperti itu, tapi dia kembali melempariku dengan sampah.

Bukannya berlutut dan meminta maaf, dia justru kembali menggambar luka di tubuhku. Kiss mark seperti hanya menu pembuka, karena setelahnya dia mencekik leherku. Dia menciptakan amarah yang meluap-luap di atas kepalanya, kembali menuduhku mengkhianatinya. Kali ini bukan Megantara, melainkan Pak Wasesa.

Dosen pembimbingku itu mengirimkan sebuah pesan suara. Dia mencariku untuk segera melakukan bimbingan, karena sebentar lagi akan dimulai PSBB dan bimbingan mungkin akan menjadi sulit untukku nanti. Dia... peduli padaku. Namun, karena hal itu, Mas Bumi kembali murka dan menghancurkan seluruh kepercayaanku. Kalau saja jam dinding tidak menunjukan pukul delapan pagi, yang artinya dia bisa telat berangkat bekerja, mungkin dia akan menghabisiku saat itu juga.

Oh ya, asal kalian tahu, aku bukan hanya tertidur selama satu hari. Sebab pukulan di belakang kepalaku itu, rupanya aku tertidur dalam mimpi buruk selama dua hari. Ya, dua hari. Itu sangat menyeramkan. Ketika aku tertidur, aku merasa seperti dikurung dalam ruangan gelap tanpa pencahayaan. Ruangan itu begitu jauh dari peradaban manusia. Aku merasa... sendirian. Aku pun terkejut ketika melihat kalender di ponselku.

Dua hari di dalam neraka bersamanya.

Dia benar-benar ingin membunuhku.

Kita enggak putus.

Begitu katanya tadi, sebelum dia meninggalkanku sendirian di apartemennya karena dia harus berangkat bekerja. Setelah kepergian lelaki itu, aku memuntahkan nasi uduk dalam mulut dan membuang dengan bungkusnya ke tempat sampah. Peduli setan kalau Mas Bumi nanti melihatnya. Aku tak mau memakan itu. Lalu, aku melangkah cepat ke kamar untuk mengumpulkan semua barang-barangku; ponsel, sling bag, dan segala isinya. Aku juga berganti pakaian.

BUMI & EVAKUASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang