46. One and Only, Jasonna

358 46 32
                                    

hayo yang biasanya enggak komentar, harus BANGET kasih komentar! kalau enggak, awas aja!

aku tendang kalian ke dalam cerita ini ya, biar pusing dan bingung WKWKWK harus berhadapan sama orang-orang berbahaya.

tapi... kayaknya kalian bakalan senang sih, dikelilingi cowok-cowok gans.

✨✨

Hari ketiga setelah kasus pembunuhan itu terjadi. Banyak berita yang dibuat heboh, mengingat bahwa korbannya adalah anak semata wayang seorang diplomat ternama. Bukan hanya itu, para wartawan juga menyoroti kematian Megantara sebagai aib besar karena dia meninggal di sebuah rumah prostitusi.

Berita perihal video pornonya juga kembali diangkat ke permukaan. Dan itu membuat hatiku sakit, mengingat bahwa dia dicaci-maki bahkan setelah kematiannya. Apakah orang-orang tidak bisa menutup mulut mereka untuk menunjukan bela sungkawa? Atau setidaknya tolong ikat jempol kalian supaya tidak menulis komentar kebencian!

Aku berharap Megantara bisa melangkah pulang dengan tenang, tanpa menghiraukan cacian orang-orang atau mengungkit kembali video pornonya yang sempat tersebar.

Tidak ada manusia yang sepenuhnya putih, begitu juga sebaliknya tidak ada manusia yang sepenuhnya hitam. Orang-orang tidak beruntung karena mereka tidak sempat melihat sisi putih Megantara, tapi sebenarnya ada banyak sisi putih di dalam diri bocah itu yang begitu kusyukuri.

Dia pernah baik, dia hanya manusia biasa. Dia tidak selalu baik, tapi dia juga tidak selalu jahat. Dia bisa menjadi pemeran antagonis, tapi dia juga pernah memerankan karakter protagonis yang ingin dicintai.

Tolong cintai Megantara, hanya untuk hari-hari terakhirnya.

“Butuh berapa hari sampai bisa dimakamkan?” tanyaku setelah mengetahui kalau proses autopsi Megantara dan Sebastian telah selesai. Menurut Kak Audi, hasilnya sama seperti identifikasi sebelumnya. Sebastian memiliki lebih banyak luka tusukan—sekitar lebih dari lima belas luka tusuk di area perut, jantung, leher, dan dadanya. Sementara itu, Megantara memiliki tiga luka tusukan pisau di area perutnya dan pisau juga menancap terakhir kali di situ.

Kami berada di ruang tamu rumah Mbah, berniat menunggu tim kuasa hukum yang turut menangani kasus pembunuhan tersebut. Kata Kak Audi, dia merekrut mantan asisten Pak Deril jadi semoga mereka bisa membantu banyak karena mereka tahu kelemahan Pak Deril.

Untuk sekarang, aku dan Pak Deril benar-benar menjadi lawan. Pengacara berjas hitam mengkilat tersebut tidak pernah menghubungiku lagi, tampaknya sibuk sekali untuk memenangkan tuntutan orang tua Megantara. Dari mulut Kak Audi, dia bilang kalau orang tua Megantara menuntut siapa pun yang membunuh anaknya. Mereka tidak akan menjadi lunak dan mengharapkan hukuman yang berat. Ya, kalau dilihat dari background keluarganya yang elit, pasti mereka tidak akan membiarkan kasus ini menguap ke udara begitu saja.

“Aku belum dengar soal pemakamannya, tapi autopsi udah selesai karena udah ditemukan penyebab kematiannya,” jelas Kak Audi sembari membuka-buka lembaran kertas di atas meja. Ada banyak tumpukan berkas yang begitu tebal, tapi aku tidak tahu apa isinya. Setahuku, pengacara memang dihadapkan dengan berkas-berkas setebal dosa jadi ini pasti tidak memusingkan baginya. Toh, dia sudah punya banyak pengalaman makanya dia percaya diri sekali untuk melawan Pak Deril di pengadilan. Lalu, Kak Audi bicara lagi, “Kamu tahu siapa dokter forensiknya? Ternyata salah satu kenalanku di UNPAD, lho. Aku kaget banget pas ketemu dia.”

“Oh ya?”

“Dia masih muda, seumuran sama Brian.”

“Pasti dia pinter banget makanya bisa jadi dokter forensik di usia muda,” sahutku, sambil menyandarkan punggung ke kursi. Jujur, aku mulai pegal. Timnya Kak Audi masih dalam perjalanan ke Magelang. Lalu, “Belum ada 30 tahun, lho.”

BUMI & EVAKUASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang