💌 cw // ada yang lagi akting. siapa, ya?
✨✨
Secangkir teh lemon terhidang di hadapanku, membuatku sedikit mendongak untuk melihat pegawai kafe ini yang berseragam celana hitam dan kemeja abu-abu yang dimasukan. Setelahnya, pegawai tersebut meletakan secangkir latte di hadapan perempuan yang rambut panjangnya dikepang dua; Olivia.
Begitu pegawai berkemeja abu-abu itu meninggalkan kita berdua, aku menyesap teh lemon milikku sedikit dan rasanya ternyata cukup enak. Lalu, “Kenapa kafe ini disebut kafe private?”
“Lo enggak lihat?” Olivia mengerutkan keningnya sedikit dan menatap berkeliling. “Sepi kayak gini, makanya disebut private. Yang datang ke sini cuma penghuni kos-kosan doang. Atau paling, ya teman-teman yang nge-kos di sini. Kayak lo gitu.”
Tampaknya Olivia sudah menganggap aku sebagai teman lagi. Dia jauh lebih santai daripada pertemuan kami sebelumnya. Diam-diam, aku mengamati Olivia dari puncak kepala sampai ke kaki. Dia tidak terlalu mempersiapkan penampilannya, karena dia memakai piyama tidur tipe dress di atas lutut. Warnanya merah dari bahan satin yang membuatnya terlihat seksi meksipun dia juga tidak merias wajahnya.
Aku manggut-manggut dan, “Lo bayar per bulan atau setahun sekalian? Kelihatannya tempat ini nyaman banget, Liv. Udaranya juga enak.”
Interior kafe ini dikelilingi oleh jendela kaca yang besar dan bisa dibuka dengan cara digeser ke bagian kanan. Saat ini, kita berdua duduk di dekat jendela besar tersebut jadi aku bisa merasakan semilir angin yang masuk ke dalam kafe seluas kira-kira 6 x 6 meter ini.
Untuk sampai ke kafe bernama Annette ini, aku harus menaiki lima belas anak tangga dari area parkiran. Kafe ini terletak di lantai dua gedung indekos yang menjadi tempat tinggal Olivia sekarang. Di lantai satu tadi, aku melihat beberapa pintu kamar yang terbuat dari kayu jati dan diukir cantik. Namun, Olivia bilang kalau kamarnya ada di lantai tiga, lantai paling atas sebelum rooftop untuk menjemur pakaian meksipun kelihatannya penghuninya lebih banyak yang memakai jasa laundri.
“Gue bayar per bulan, karena siapa yang tahu kalau gue bakal pindah lagi.”
“Lo ada rencana pindah?”
“Gue tipe yang nomaden sekarang, Gizka.”
Akhirnya dia menyebut namaku lagi, rasanya sudah lama sekali kita berdua mengangkat bendera perang padahal seharusnya tidak ada yang perlu diributkan.
Tentang Megantara, itu adalah hal yang tidak bisa kita kendalikan. Rasa dan cinta adalah dua hal yang tidak bisa diatur atau dipaksakan. Naasnya, aku dan Olivia terlalu egois untuk memikirkan itu.
Selain membuat bodoh, cinta juga bisa membuat kita menjadi dua manusia yang tidak masuk di akal.
“Gimana kabar lo setelah kepergian Megantara?” tanyanya lebih dulu, sembari menatap mataku secara terang-terangan. Dia menyunggingkan senyum tipis yang tampak cantik dan, “Gue shock banget pas dengar kabar kematian Megantara. Enggak mau bohong, gue masih punya rasa buat dia. Cuma gara-gara mamanya yang sok elit itu, gue muak. Dia coba jadiin gue umpan biar nama keluarganya bisa balik dihormati lagi, kan najis!”
“Orang tua lo tahu masalah itu?”
“Ya, tahu dong!” jawabnya, sedikit dikuasai oleh api. “Gue sama Megan hampir tunangan, Gizka. Orang tua gue juga udah makan malam sama orang tuanya Megan. Cuma ya gitu, mama gue udah cium bau-bau busuk makanya mama gue juga sebenarnya enggak setuju sama rencana pertunangan itu.”
“Cuma lo keras kepala, kan?” tebakku, sembari terkekeh pelan.
Olivia ikut terkekeh. “Gitu, deh.”
![](https://img.wattpad.com/cover/203178876-288-k855763.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI & EVAKUASI
Fanfiction[Original Fiksi/🔞] - "Bukannya kamu yang bunuh dia? Kamu bilang, kamu mau membunuh orang itu untuk aku." (Brave Series #3) Jogja identik dengan hal-hal klasik, indah, dan romantis bagi banyak orang. Tapi, bagi Gizka, Jogja juga adalah rumah. Dia in...