36. Happy Ending

469 72 78
                                        

lho, kaget!!! 🔥
kok udah ending, sih?!! 💔

✨✨

19 Mei 2020

Ternyata ada yang lebih buruk daripada dibuang pacar sendiri. Begitu aku sampai di kediaman Mbah di Magelang, aku langsung disuguhi sebuah pemandangan yang asing.

Ibuk ada di rumah Mbah, sedang menangis. Adik-adiknya duduk mengelilinginya. Adiknya yang paling kecil, alias Bulik Maharani segera menyambut kedatanganku. Tapi, tidak ada yang memberitahuku tentang apa yang terjadi. Butuh waktu beberapa saat, aku hanya termenung sendirian, lalu... Bulik Maharani mengatakan kenyataan yang membuatku pilu.

Ibuk akan menceraikan ayah.

Rupanya alasan kepulangan Jason bukan hanya karena dia rindu aku, melainkan juga untuk membantu ibuk mengurus perceraian. Sebagai anak laki-laki, Jason merasa perlu melindungi aku dan ibuk.

Aku masih belum mengerti apa alasannya, tapi sepertinya Jason sudah tahu lebih dulu. Tentu saja, niat awalnya menemuiku di apartemen Mas Bumi pasti karena dia ingin memberitahuku perihal perceraian ini. Sayangnya, kakak perempuannya yang bodoh malah memberinya kejutan lain.

Ya, aku adalah perempuan bodoh itu.

Hanya aku yang membeku sendiri, tak mengerti mengapa semua hancur dengan begitu mudahnya.

Entah hubunganku dan Mas Bumi, juga hubungan ibuk dengan ayah. Dua hubungan yang dimulai dengan kasih sayang sampai rasanya begitu rekat, akhirnya dimakan waktu. Kasih sayang itu sudah hilang, seperti habis dan tak bisa lagi ditemukan.

Aku hancur lagi, entah untuk yang ke berapa kali. Tampaknya, aku memang tidak boleh istirahat. Langit itu runtuh lagi dan lagi, tepat sasaran dan menghancurkanku.

Duniaku kiamat.

"Kalian bisa ngobrol langsung sama Ayah," jelas ibuk setelah mengusap sisa-sisa air matanya. Kini hanya ada kami bertiga di ruang tamu yang luas ini—memang sengaja dibuat luas karena Mbah punya dua belas anak. Dua diantaranya sudah mendahului ke Surga, tinggal sepuluh. Ibuk termasuk anak tertua kedua, setelah Uncle Logan yang pernah kubilang tinggal di Amerika. Ibuk mengusap puncak kepalaku dan menambahkan, "Jangan terlalu terbebani, ya, Nduk? Fokus aja sama skripsimu. Ini urusan orang tua. Ibuk minta maaf, karena Ibuk enggak bisa bertahan demi kalian."

Urusan orang tua? Anggap saja begitu. Anggap saja bahwa aku hanya angin pujaan hujan. Kehadiranku membawa mendung berpindah ke tempat lain, jadi hujannya tidak jadi turun. Ya, anggap saja semuanya semudah itu. Teori cinta sialan!

Aku hanya manggut-manggut, sok tegar. Dengan senyum palsu, aku meminta ibuk segera masuk ke kamar dan beristirahat. Kami sampai di Magelang sekitar pukul sembilan malam, jadinya sudah waktunya untuk tidur. Aku juga tidak ingin kalau sampai ibuk terserang flu kalau tidur terlalu malam. Sejak dulu, ibuk gampang meriang kalau tidurnya telat dari jam biasanya. Seperti sudah terjadwal, ibuk selalu tidur di pukul delapan malam. Tapi hari ini, kurasa ibuk tidak mengantuk.

Hatinya yang robek membuatnya sulit untuk menutup mata dan tertidur ke alam tak nyata.

Dunia fantasi, alias mimpi.

Begitu punggung ibuk menghilang dari pandangan, aku dan Jason saling tatap. Lalu, adik lelakiku itu mengajakku untuk membicarakan perihal perceraian itu di luar rumah saja. Suasana rumah sudah sepi. Aku pun tak sempat menengok kondisi Mbah Kakung dan Mbah Putri mendengar kabar perceraian anak perempuannya. Keduanya pasti juga kepikiran.

Omong-omong, anak-anak Mbah punya rumah yang berjajar rapi. Zaman dulu, katanya Mbah merupakan Tuan tanah jadi akhirnya tanahnya yang luas itu dibagikan ke anak-anaknya secara merata. Namun, karena ibuk pindah ke Jakarta setelah menikah dengan ayah, tanah yang dibagikan untuk ibuk tidak dibangun rumah melainkan dijadikan ladang untuk menanam cabai merah. Tiap kali panen, kami selalu dapat kiriman. Tapi, keuntungan penjualan cabai tidak kami terima karena yang mengurus adalah Bulik Maharani, jadi Bulik jauh lebih berhak menerima uang penjualan itu.

BUMI & EVAKUASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang