✨✨
Kabar duka yang datang di siang bolong akan menjadi salah satu hal yang paling aku benci. Aku sangat tidak suka dibuat terkejut dan panik secara mendadak. Kalian pasti juga tidak suka, kan? Namun, semesta itu suka mengajak bermain tebak-tebakan.
Siang ini, begitu aku sampai di depan pintu kamar--aku bahkan belum masuk ke dalam, aku menerima telepon dari Angga kalau Megantara kecelakaan motor. Kebetulan aku memang pulang lebih dulu dan tidak diantar oleh Megantara karena cowok itu punya urusan lain. Aku tadinya diminta untuk menemani, tapi karena ini adalah hari yang berat buatku--aku ada bimbingan hari ini dan sempat diberi wejangan yang menyakiti hati dan telinga, maka aku memutuskan memesan ojek online dan pulang sendiri.
Megantara paham, sehingga dia pun melepaskanku untuk pulang. Justru, dia menyuruhku untuk segera tidur begitu sampai kontrakan.
Omong-omong, Angga adalah teman kos Megantara. Aku dan Angga tidak cukup dekat, tapi kami pernah bertemu beberapa kali setiap kali aku menjenguk Megantara yang hobi terkena masuk angin. Cowok itu memang gampang terkena masuk angin kalau sedang kelelahan. Apalagi, akhir-akhir ini musim hujan.
Setelah ditelepon Angga, aku langsung putar balik untuk menuju rumah sakit di mana Megantara dirawat sekarang.
"Lah, kamu mau ke mana lagi, Giz?" tanya Olivia, yang kebetulan hanya ada satu kelas pagi hari ini. Dia sedang maskeran sembari menonton tayangan televisi. "Perasaan baru pulang."
"Ada urusan mendadak," jawabku cepat, karena aku sudah sangat panik sekarang. Akibat ucapan Angga yang terdengar panik, aku pun jadi ikut panik. "Duluan, ya, Liv."
Aku segera berlari keluar kontrakan dan berjalan sedikit ke depan karena letak kontrakan ini sedikit tersembunyi dari jalanan raya di depan sana. Tanganku sibuk memesan ojek online--lagi. Aku tadinya mau menghubungi Mas Bumi, tapi aku ingat kalau jam makan siangnya sudah lewat. Dia kan sudah bekerja, jadi aku tidak bisa merepotkan dia setiap waktu. Dia juga sedang pusing menghadapi depresinya.
Aku hanya mencoba menjadi pengertian.
Sejujurnya, hubunganku dan Mas Bumi sedang tidak baik-baik saja. Dia jadi gampang marah dan curiga. Dia sering menuduhku melakukan hal-hal yang tidak aku lakukan. Dan karena tuduhannya itu, aku juga terpancing. Aku akan menjadi kesal dan mengabaikan dia. Hari ini saja aku hanya mengabari kalau aku ada bimbingan--jam delapan pagi tadi, tapi dia hanya membacanya. Tidak ada balasan yang aku terima. Kan, sialan.
Ojek online yang kupesan datang lima menit kemudian. Aku rasa aku tidak akan sempat merogoh dompet, jadi aku membayarnya menggunakan Gopay.
"Pak, tolong lebih cepat nggih?"
"Iya, Mbak," sahutnya, sembari tersenyum. Aku bisa melihatnya dari kaca spion. "Ini Mbak mau periksa atau jenguk temen?"
"Jenguk temen, Pak," sahutku, sementara menahan cemas di dalam dada yang rasanya mau mendobrak keluar.
Jarak antara kontrakan ke rumah sakit ternyata hanya membutuhkan waktu setengah jam. Aku langsung berlari kecil ke dalam, karena ojek online-nya mengantarku sampai ke depan UGD.
Mungkin karena aku panik, aku bahkan tidak sempat bertanya ke perawat yang ada di sana. Aku lari ke sana dan ke mari untuk menemukan Megantara. Kurang lebih sepuluh menit kemudian, aku merasa lega begitu menemukan Megantara berbaring di salah satu ranjang. Di ruang rawat ini ada enam ranjang--semuanya terisi, dan Megantara berbaring di ranjang paling ujung. Aku hampir memukul bahunya keras, kalau saja aku tidak disadarkan dengan lecet di garis rahangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI & EVAKUASI
Fanfiction[Original Fiksi/🔞] - "Bukannya kamu yang bunuh dia? Kamu bilang, kamu mau membunuh orang itu untuk aku." (Brave Series #3) Jogja identik dengan hal-hal klasik, indah, dan romantis bagi banyak orang. Tapi, bagi Gizka, Jogja juga adalah rumah. Dia in...