Happy reading, Love. ✨
"Semua sama-sama sakitnya. Penyiksaan terberat adalah membiarkan seseorang tetap hidup dengan segala penyesalan yang abadi."
[ ;ɞ ]
Pagi ini baskara tidak menyapa bentala. Arunika tidak hadir digeser mega kelabu dengan coretan langit yang saling bersahutan. Rachell telah siap dengan seragamnya, seluruh badannya bergetar melihat rinai yang mulai jatuh. Sejenak ia mencoba untuk mengendalikan tubuhnya, sialnya tetap gagal.
Rentetan kejadian delapan tahun lalu masih saja terus berputar seperti kaset yang rusak di otaknya. Jeritan detik-detik truk menghantam mobil yang ia tumpangi terdengar jelas di telinga Rachell. Merasa frustrasi gadis itu mulai berteriak dan terduduk di atas lantai marmer kamar.
Rambut kecokelatan yang indah rontok karena ia tarik, tangan Rachell terus bergerak memukul kepalanya berharap semua ingatan itu dapat ia lupakan. Kedua telinganya ia tutup rapat, nahasnya itu tidak membuat suara-suara sumbang di kepalanya reda. Keadaannya hancur, hingga seorang laki-laki menghampirinya.
“Sayang, hentikan. Jangan sakiti dirimu seperti itu,” ucapnya mendekap tubuh Rachell.
Laki-laki itu mendekap erat Rachell, dekapannya hangat seperti pelukan yang selama ini ia rindukan. Setelah sedikit tenang, Rachell mulai menelan beberapa butir obat penenang. Selang sepuluh menit kemudian gadis itu terlelap di atas marmer mahal lantai kamarnya.
Ana yang baru saja masuk ke kamar gadis itu hendak memanggilnya karena Langit telah datang untuk menjemput Rachell, ia terkejut melihat tubuh Rachell yang tergeletak di lantai. Ana mencoba membangunkan gadis itu, tapi hasilnya nihil. Melihat botol obat di tangan gadis itu rasanya hati Ana hancur.
Ana menuruni anak tangga dengan berlari membuat Langit terkejut. Raut khawatir dari gadis itu membuat pikiran Langit tidak bisa jernih.
“What's going on? Rachell mana?” tanya Langit panik.
“Rachell gak sadar di kamarnya, Lang. ayo bawa dia ke rumah sakit,” urai Ana sangat panik.
Langit langsung berlari ke kamar Rachell. Tanpa mengucapkan apa pun laki-laki itu langsung membawa Rachell dalam gendongannya. Ana membantu Langit untuk memayungi gadis itu saat hendak masuk ke mobil. Saat ini keduanya bergegas mengantarkan Rachell ke rumah sakit.
“Rachell's afraid of rain, seharusnya setiap hujan datang lo di samping Rachell. Rachell can't be alone when it's raining,” urai Langit membuat Ana merasa bersalah.
“Gue gak tahu, Lang,” sesal Ana.
Beberapa menit kemudian akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Rachell langsung ditangani dokter yang sedang bertugas. Langit menghubungi Fajar dan Galang memberitahu kondisi gadis itu. Sudah hampir tiga puluh menit tapi dokter masih saja belum selesai memeriksa Rachell.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hipotimia
Fiksi RemajaKenyataannya tidak ada kehidupan yang benar-benar sempurna. Semua kisah pasti memiliki luka. Tuhan menciptakannya dengan sebuah senyuman indah dengan lesung pipi di pipi kanannya, tapi semesta justru merenggut senyumannya. Berpura-pura seakan tidak...