Kenyataannya tidak ada kehidupan yang benar-benar sempurna. Semua kisah pasti memiliki luka. Tuhan menciptakannya dengan sebuah senyuman indah dengan lesung pipi di pipi kanannya, tapi semesta justru merenggut senyumannya.
Berpura-pura seakan tidak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Apa yang kita lihat salah, ternyata dibeberapa orang yang sedang kehilangan arah itu adalah pilihan terbaik."
[ ;ɞ ]
Bohong jika Rachell tidak begitu mencintai Daren. Gadis itu sangat mencintai Daren, meski sikapnya terkadang terlihat acuh. Walaupun Daren bukan cinta pertama Rachell, akan tetapi laki-laki itu adalah kekasih pertamanya. Tentu saja kehilangan Daren menjadi kabar terburuk untuk gadis itu.
Ia merasa terpukul dan gagal. Saat ini kondisinya kembali masuk ke ruang ICU dengan banyak selang sebagai penopang kehidupannya. Sepasang iris hazel menatapnya kosong, sudah hampir dua jam pria itu berdiri di depan ruang ICU.
“Apa hatimu masih belum goyah melihat Lesya seperti itu, Fano?” Suara bariton itu membuat Alfaro terkejut.
“You don’t fucking know anything, Tama.”
“Don't know what? I know everything. Jika kau memang tidak menginginkannya, berikan saja dia padaku. Aku janji akan merawatnya lebih baik darimu,” sergah Pratama.
“Aku tidak akan membiarkanmu mengambilnya dariku,” balas Alfano tegas.
“Lesya selalu sakit jika bersamamu.”
“Aku sedang mengusahakan yang terbaik untuknya,” sanggah Alfaro.
Pratama terkekeh pelan. “Dengan cara terus menekannya? Kalau kasus ini aku ajukan ke komnas perlindungan anak, you can be prosecuted. You and Grazella have crossed the line and crazy."
“Mau sampai kapan kalian menyiksa Lesya seperti ini? Sampai dia mati? Cabut saja semua selang di tubuh Lesya sekarang, kalau itu bisa membuatmu berhenti menyiksanya,” sambung Pratama.
“Kau pikir di sini hanya Lesya saja yang sakit?”
“Absolutely! Belasan tahun dia hidup, sekali pun tidak pernah dia merasakan kasih sayangmu. You just give her a lot of demands and rebukes. Kau hanya akan menyanjungnya di depan publik, kemudian kembali menjatuhkannya jika di rumah,” ungkap Pratama.
Lidah Alfano terasa kelu, ia tidak dapat membantah ucapan Pratama yang memang benar adanya. Ia kembali menatap tubuh Rachell yang sedang melawan maut.
“I knew that what I had been doing was wrong, tapi yang terjadi sebenarnya aku selalu melakukan itu karena takut kehilangan dia, Tam. Aku pikir dengan berjalannya waktu apalagi melihat tumbuh kembangnya yang sangat hebat aku akan bisa menerima semuanya. It’s not that easy.”