Kenyataannya tidak ada kehidupan yang benar-benar sempurna. Semua kisah pasti memiliki luka. Tuhan menciptakannya dengan sebuah senyuman indah dengan lesung pipi di pipi kanannya, tapi semesta justru merenggut senyumannya.
Berpura-pura seakan tidak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Diam bukan berarti menerima semua rasa sakitnya. Bisa saja ia diam untuk menyusun rencana balas dendam."
[ ;ɞ ]
Tepat di pukul lima sore Rachell baru saja kembali menginjakkan kakinya di Indonesia. Senyum merekah Rachell lemparkan saat melihat ketiga sahabatnya yang sangat ia rindukan. Rachell langsung menghamburkan pelukannya ke mereka, kondisi gadis itu tampak lebih baik dari terakhir kali mereka mengantarkan Rachell saat hendak ke Amerika.
Berat badan Rachell sudah naik dan menjadi proporsional, pipi gadis itu juga tampak lebih cubby terlihat menggemaskan saat bolong karena dimplenya. Kulit Rachell yang dulunya putih pucat, saat ini terlihat lebih segar dan menawan.
“Bule kita dah pulang, mana oleh-oleh buat gue?” tagih Galang dengan tingkah nyebelin nya yang tidak berubah.
“Let me catch my breathe, please. Gue baru aja selesai penerbangan hampir dua puluh empat jam,” gerutu Rachell.
“Paling juga lo di pesawat juga tidur mulu,” cibir Galang.
Rachell menabok punggung Galang kesal, sementara laki-laki itu terkekeh karena berhasil menjahili Rachell. Iris hazel itu menyisir sekitar, sayangnya orang yang sedang ia cari tidak kunjung ia dapatkan.
“Who are you looking for, Chell?” tanya Langit yang mengambil alih tas selempang berbentuk boneka milik Rachell.
“Papa. Papa gak bisa jemput gue, ya?” tanya Rachell gusar.
“Gue udah hubungi papa, kata sekretarisnya papa masih di Jerman. Mama juga masih di Milan,” terang Langit.
Pratama menghampiri gadis yang sedang dikerubungi oleh ketiga laki-laki tampan. Paras ayunya tampak gusar dan mencoba mencari seseorang yang entah siapa itu.
“Kamu pulang ke rumah papi aja, ya? Di rumah kamu gak ada siapa-siapa,” saran Pratama mengusap lembut rambut kecokelatan milik Rachell.
“Oma ke mana, Pi?”
“Ibu Adriani sedang berada di Singapura,” balas Pratama.
Rachell menghela nafas panjang, akhirnya ia menurut untuk pulang ke rumah Pratama. Heera dan Gempita saling pandang, mereka kasihan melihat Rachell yang tampak sedih dan tidak bersemangat. Padahal tadi Rachell sangat bersemangat karena ingin bertemu Grazella dan Alfaro.
•°• ;ɞ •°•
Pagi yang cerah, disambut Rachell dengan sapaan lembut Gempita yang membangunkannya. Wanita itu mengelus kepala Rachell penuh kasih sayang dan mengecupnya singkat, kemudian mulai menepuk pipi cubby Rachell pelan guna membangunkan gadis itu.
Setelah lima menit kemudian, akhirnya iris hazel itu terbuka dan tampak merah karena masih mengantuk. Senyum tulus Gempita menyambut iris hazel yang baru saja terbuka, ia menunggu Rachell untuk mengumpulkan nyawanya sepenuhnya.