48a. Duka Rahma

32 4 4
                                    

Assalamu'alaikum

Happy Reading.


******


Rama

Terjadi! Iya terjadi. Sinta menempel foto Rahma saat belum berjilbab. Aku kira dia hanya mengancam, tetapi dia melakukannya. Jika kalian bertanya, dari mana aku tahu maka akan aku ceritakan.

Flashback

Setelah mengeluarkan berbagai rengekan hingga menurunkan harga diri aku, Angga berhasil aku bujuk untuk kembali masuk ke kelompokku.

"Thank you, Ngga. Dan sekali lagi gue minta maaf karena kejadian tempo hari."

"Sans, gue saat itu karena buru-buru juga kan gue jadinya nggak bisa mikir jernih. Dan gue udah mutusin buat fokus sama event ini doang. Yang lainnya gue lepas."

Aku sedikit terkejut saat Angga mengatakan hal itu. "Makasih. Tapi lo nggak nyesel kan nglepasin event lain demi event ini?"

Laki-laki berbadan sedikit gempal itu tertawa renyah. "Nggak lah. Orang gue udah mikirin beberapa hari. Dan mungkin gue bisa buat lagu."

Aku reflek memegang tangannya, "Ya Allah makasih banyak, Ngga. Lo buat gue makin semangat."

Angga melepaskan tanganku begitu saja lalu berdiri. Apa aku melakukan hal yang salah lagi hingga dia marah? Tidak lucu, Ram, kalau lo udah buat Angga marah lagi.

"Iya iya. Tapi nggak usah kayak tadi dong. Risih gue."

Aku cuma meringis, Angga geleng-geleng. Dia pamit pulang sambil menggendong gitarnya. Dia habis saja ngisi di salah satu kafe. Dan aku bela-belain menunggu dia manggung demi kelompokku. Kalau nggak gitu kapan kelarnya.

Mataku menangkap sosok perempuan yang sedang berjalan dengan anggun. Dia masih saja memiliki aura memikat. Dia juga cantik. Haduh… lo udah diselingkuhi malah masih aja mata lo liar, Ram. Aku memukul kedua mataku.

Dia Sinta Wirastri. Mantan tunangan aku. Aku kira sudah tidak punya perasaan sama dia. Tapi…

Iya! Aku udah move on. Rahma yang sekarang membuat aku terpikat. Sungguh aku tidak mempermainkannya, aku benar-benar suka sama dia. Rasa ingin melindunginya sangat besar.

Maka dari itu aku ingin memecahkan misteri surat itu. Dan inilah waktunya. Aku yakin Sinta mau bertemu dengan komplotannya.

Sinta duduk di salah satu kursi sana. Dia duduk berhadapan dengan perempuan bertopi hitam. Eh, tunggu! Perempuan itu rambutnya coklatt!

Oke, my telinga, kamu harus mendengarkan dua perempuan itu dengan kekuatan ekstra. Tak apa ya jika menguping pembicaraan orang lain? Xixi

"Udah nunggu lama?" Sinta memulai pembicaraan dengan basa-basi.

"Iya! Gue dah nunggu lama. Lo telat 3 menit!" jawab perempuan bertopi hitam ketus. Sinta membalasnya dengan kekehan.

"Oh iya. Pesenan gue?"

Terdengar kertas digeser. Oh sekarang mata, kamu harus melihat dengan ekstra. Untung aku tidak rabun. Aku sedikit mengintip ke belakang. Tapi sudah ditarik Sinta duluan sebelum aku melihat.

Sinta tertawa. "Trims."

"Mau lo buat apa sama foto itu? Jangan buat bermain."

"Ya nggak lah, Jen. Lo lihat aja besok bagaimana gue membuat Rahma makin hancur."

Jen?! Jenni kah? Tapi tidak mungkin. Telingaku sudah bekerja dengan baik. Lebih baik berhenti menerka, dengarkan lagi.

"Nggak. Gue besok nggak berangkat sekolah. Mau pergi."

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang