36. Peringkat

24 2 0
                                    

Assalamu'alaikum

Happy reading

*****

"L-Liana…"

Rama menjentikkan jarinya. "Udah gue duga kalau lo pelakunya!"

Aku berjalan mendekat Rama. "Pelaku apa sih, Ram?"

Rama memandangku. "Rahma, dia yang udah neror Rama."

"Oh ya? Kamu jangan asal nuduh ya, mana buktinya? Mana?"

Rama berjalan mendekati Liana—disamping tempat duduknya. Lalu dia jongkok seperti akan mengambil sesuatu. Setelah itu dia berdiri dan berbalik.

Rama mengangkat tangannya. "Ini."

Sebuah kertas?

"Ha-hanya kertas doang dijadikan sebagai bahan bukti? Mana bisa," ucapku tidak percaya.

Rama menghela nafas. "Rahma gini ya, dengerin baik-baik penjelasan Rama. Dari kertas ini kan, Rama diteror. Kertas ini tertulis kalau Rama nggak peduli sama lingkungan sekitar kalau Rama sedang dalam bahaya."

Aku mengangguk. "Iya terus?"

"Setelah Rama menerima surat ini, malamnya Rama diteror kan? Makanya ini jadi buktinya, Rahma."

Aku manggut-manggut. Betul juga penjelasannya. Pandanganku terarah pada Liana. Dia menunduk. Sedari tadi dia hanya diam. Nggak mungkin Liana melakukan itu.

"Liana, kamu yang melakukan?"

Liana menatapku. "Bukan aku, Rahma."

"Udah gue bilang kan, bukan Liana, Rama…" ucapku gemas.

"Maling mana mungkin ngaku!"

Mataku melotot. "Hey! Jangan pernah berkata seperti itu lagi pada Liana, Rama. Liana mana mungkin berbohong."

"Iya maaf…" Nah kan cuma gini doang. "Tapi Liana kenapa ke sini malam-malam?"

Liana menoleh ke Rama. "Gu-gue… emm…" cukup lama Liana menggumam terus membuatku gemas. Pasti dia akan berbohong.

"Liana, jangan berbohong ya. Ucapkan yang sebenarnya."

"Ta-tadi aku lihat ada sosok hitam, Rah berjalan di sekitar kelas XI. Aku mengikuti dia. Dia malah masuk ke dalam XI IPA 1. Aku kan penasaran. Terus aku ikutin dia. Dia naruh kertas ini di lacinya Rama…"

"Bukannya lo yang naruh disana?" tanya Rama sinis.

Aku hampir saja marah sama Rama tapi sudah keduluan sama Liana.

"Jangan ngada-ngada ya lo"

"Lha terus siapa kalau bukan lo, Liana…"

"Ya pokoknya bukan gue!" teriak Liana.

De javu.

Iya. Aku de javu. Dulu Rama juga begini saat nuduh Mela. Jangan lagi.

"Itu sudah satu bukti kalau lo yang naruh disana!" balas Rama.

"Tapi bukan berarti gue yang naruh kertas itu!"

"Lah lo ngapain malam-malam ke kelas gini kalau bukan naruh kertas itu?"

Liana bungkam. Rama tersenyum miring.

"Apa? Lo mau membela diri sendiri? Cari alasan?"

Liana menatap Rama tajam. "Udah gue bilang bukan gue, Rama!"

"STOP!!" teriakku. Aku sudah tidak kuat Liana dibentak-bentak gitu. Apalagi dibentak Rama.

Mereka berdua menatapku.

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang