55. Harmonist

15 4 0
                                    

Assalamu'alaikum

Happy Reading


*****

Rahma

"Jangan lupa pelajari lagu yang gue buat, guys!!"

"Siap, Angga."

"Eh, eh, sini dulu sebelum pulang." Lola koar-koar di tengah-tengah ruang musik. Kami yang sedang berkemas mau pulang menoleh malas.

"Ada apaaa?"

"Kita tos dulu dongg sebelum pulang. Kayak gini," Lola berdeham, "Harmonist, We Are One!"

"Kok kayak yel EXO?" Angga meralat. "Mending kayak gini. Harmonist semoga menangg!"

"Jangan," Lagi-lagi ada yang meralat. Sekarang Dimas. "Harmonist semangatt!"

"Nah gitu aja." Aku menyetujui Dimas.

"Okee."

Rama memberi aba-aba. "Oke. One, two, three. Harmonist semangatt!"

"Harmonist semangatt!"

Sore ini, sepulang sekolah di ruang musik. Sebuah band telah terbentuk yang insyaAllah seterusnya akan memenangkan sebuah event perlombaan. Tidak hanya di lomba itu, tetapi dapat menghibur orang banyak.

Semoga saja dari sini, aku dapat menemukan jati diriku. Aku berharap banyak di band ini.

Harmonist!

*****

"Hey!"

"Oh?!"

"Gue denger lo baru aja dari ruang musik?" tanya Sinta angkuh. Ada apa dengannya hari ini? Mengapa dia  kembali seperti dulu?

"Iya, Sinta. Kamu sendiri dari mana?"

"Gue dari kelas mau ke ruang musik."

"Oh iya, kan gantian pakenya." Aku meringis.

"Oh iya, Rah. Mau nggak lomba?" tanya Sinta menaikkan sebelah alisnya. Kedua tangannya terlipat di dada.

"Lomba apa?"

"Lomba-"

"Oi, Sin! Eh ada Rahma."

Della datang membuatku malas disana. Melihat dia tersenyum dan menyapaku saja membuat aku muak! Hmm btw, aku masih belum akur dengan Della.

"Dah, Sin. Lanjut ke chat aja ya."

Tangan Della mencegah aku berjalan lagi. Aku menatapnya datar. Sedangkan Della tidak kunjung bicara. Iya, daritadi memegang tanganku terus!

"Lo kayak menghindari gue, Rah. Ada masalah apa gue sama lo? Gue punya kesalahan ya?" tanya Della setelah menunggu lama. Sinta pergi meninggalkan kami berdua saja.

Aku melepaskan cekalan tangan Della perlahan-lahan. "Nggak ada. Cuma kan kita jarang ketemu sekarang. Secara kebetulan juga."

Sebenarnya aku yang menghindari dia. Setiap ada Della sebisa mungkin aku hindari.

"Nggak, Rah. Ayolah ceritain. Gue merasa lo musuhi."

"Nggak, Della. Udah ya aku mau balik. Kamu mau latihan kan sama kelompok kamu? Sana udah ditunggu lho."

*****

Rama

Latihan udah usai. Waktunya pulang ke rumah.

Aku sedang berjalan menuju parkiran sekolah. Tanganku memainkan kunci motor. Sebelum pulang, aku harus memastikan Rahma pulang dengan selamat.

Jika ditanya apa aku terbebani? Tentu saja tidak! Aku tidak merasa terbebani sama sekali! Justru aku merasa aman tidak akan pikiran. Rasa ingin melindunginya sangat besar.

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang