63. Keputusan Rahma

23 4 0
                                    

_____ ||| _____




Rama

Aku pergi dari kantin dengan wajah menahan marah. Gigiku aku gertakkkan, raut wajah pun datar.

Semua orang ke kantin keperluan untuk makan atau minum. Lah, diriku? Tidak makan atau minum malah makan omongan sadis si Alif ba' ta'.

"Gara-gara lo, Rahma melalui banyak kesedihan. Gue lihat dari kelas sepuluh dia tuh tersiksa. Karena apa? Karena lo selalu membututinya. Rahma merasa nggak nyaman, bego!"

Sepenggal ucapan Kak Alif yang selalu aku ingat-ingat. Lagi-lagi aku bertanya dalam hati, "apa mungkin Rahma selama ini tersiksa?"

"Hay, Rama…"

Aku menghentikan langkah, memejamkan mata menahan marah yang sudah sampai di ubun-ubun siap untuk dikeluarkan. Dalam hati aku merapalkan istighfar.

"Gue lagi nggak pengin ketemu sama siapa-siapa, untuk sekarang Sinta!"

"Oh maaf kalau gitu. Maaf yaa… berarti satu menit lagi bisa kan ketemu sama gue?" ucap Sinta ceria. Dia menggapai tanganku membawa ke bangku depan kelasnya, "duduk-duduk. Ayo gue tunggu."

Koridor kelas XI IPA 2 sepi dengan siswa-siswi yang lewat. Jalur ini kan hanya dilalui anak kelas XI IPA 1 saja. Tapi banyak yang melirik tidak mengenakkan.

"Lo mau ngomong apa? Cepat!"

"Rama, Rama. Lo sama Rahma kok gue lihat kayak renggang ya? Kalau boleh tau, kenapa?" Seperti biasa, Sinta kalau berbicara denganku pasti membawa energi positif. Matanya berbinar membuat orang tersenyum. Tapi aku tak akan bisa tersihir lagi olehnya.

"Lo ngajak gue duduk cuma tanya hal nggak penting itu? Udahlah!"

"Rama, gue nggak akan ngelupain kejadian di ruang musikk!"

Aku yang berjalan menjauh berhenti. Sungguh… Sinta membuat stok kesabaran orang habis! Mau tak mau, aku kembali padanya yang senyum-senyum nggak jelas setelah mengatakan itu.

"Jangan pernah ceritain kejadian saat itu pada siapapun. Termasuk… Rahma."

Senyum Sinta berganti senyum sinis. "Gue nggak janji." Setelah itu dia pergi ke arah yang seharusnya aku tuju.

Sinta pergi berganti datangnya Rahma. Di belakangnya ada Liana dan Bunga yang berlari menampilkan senyuman. Tetapi begitu melihat Rahma, senyum Liana dan Bunga hilang. Sepertinya Liana akan datang padaku. Benar! Dia melangkah besar-besar menuju aku yang siap-siap akan kejadian yang akan terjadi.

"Lo tuh bener-bener laki-laki brengsek yaa!" teriak Liana. Aku menatapnya datar, menunggu pernyataan selanjutnya. "Lo udah buat hati orang melambung tinggi! Tetapi endingnya?! Seharusnya lo jaga terus-"

"Apa urusannya sama lo?"

Semula mulutnya yang terbuka langsung menutup begitu aku melontarkan pertanyaan.

"Ha? Apa urusannya sama gue? Lo tuh udah ketularan begonya Sinta apa gimana sihh?" Liana marah. Marah yang tidak pernah dia tunjukkan pada semua orang. Liana terkenal akan good mood-nya di setiap keadaan. "Gue sahabatnya Rahma. Rahma Aisyah yang lo kejar-kejar dari kelas sepuluh atas alasan lo suka padanya. Lo mau kan perasaan lo terbalas? Iya, sekarang waktunya perasaan lo terbalas, bego! Atau lo mau main-main aja?"

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang