59. Dare!

23 4 0
                                    

Rahma

Daily Schedule

03.00-06.00— Sholat Tahajud, sholat Subuh dan baca Al-Qur'an

06.00-11.00— rebahan lagi (soalnya nggak mandi dan nggak sekolah)

11.00-nggak ditentukan— di toko Bunda

12.00-13.00— sholat dhuhur

13.00-21.00— bantu lagi di toko Bunda

Aku tersenyum bahagia. Mengangkat kertas itu dengan senyum. Lalu menempelkan di dinding menumpuki kertas jadwal pelajaran.

Setelah memandangnya sebentar, aku melirik jam dinding yang menempel cantik. Sekarang pukul sebelas siang. Waktunya bantu Bunda. Sebelumnya mandi dulu
*****

Selama tiga hari ini, Liana dan Bunga— minus Mela— selalu mampir ke rumah sepulang sekolah. Untung saat itu aku masih di rumah belum berangkat ke toko Bunda.

Kini mereka aku ajak ke toko Bunda. Aku meletakkan tiga cheesecake dan tiga susu coklat.

"Rahma, kapan sih kamu balik sekolah kangen tahu." Liana merengek memegang tanganku yang ada di atas meja.

"Iya, Rah. Selama kamu nggak sekolah, dia ngomong-ngomong sendiri lho," timpal Bunga sambil tertawa. Sedangkan Liana mendelik tajam.

"Apaan sih, Bung. Gue lagi ngomong sama Rama saat itu." Liana membela.

"Hii… Liana makan teman. Huuu…" Bunga melempar kacang telur ke arah Liana. Liana malah mangap, jadinya kacang telur itu masuk ke mulutnya.

Bunga reaksinya berlebihan, ia bertepuk tangan menyuruh Liana melakukan hal itu lagi. Liana menyanggupinya. Mulutnya sudah mangap. Lagi-lagi Liana berhasil melakukannya. Begitupun Bunga. Dia bertepuk tangan bahagia seperti anak kecil diajak melihat sirkus lumba-lumba yang berhasil masuk ke lingkaran.

Tanpa sadar aku tertawa lepas. Aku berhenti tertawa. Tertawa lepas biasanya bersama Rama. Ternyata aku salah. Dengan sahabat ternyata bisa juga. Seketika aku merasa bersalah karena menyembunyikan hal penting pada mereka semua.

"Liana, lagi dong."

"Kacangnya dah habis. Rahma, minta kacang lagi dongg."

"Hah?"

Liana menunjuk ku. "Tuh kan bengong. Udah ada kita disini jadi ngobrol aja langsung sama kita-kita. Lepasin aja."

"Ya, Rah. Kita kan sahabat."

"Iyaa. Ngomong-ngomong Mela kok nggak ikut lagi?" Sebisa mungkin aku menghindari pembicaraan menyangkut persahabatan. "Ini udah ketiga kalinya lho."

Bunga menggedikkan bahu. "Nggak tahu, Rah. "

"Tadi sih katanya mau les fisika," jawab Liana setelah memakan cheesecake-nya.

Bunga keselek. Aku yang dekat dengan susu coklatnya menyodorkannya. Bunga langsung minum dengan rakus hingga susu coklat itu ludes sisa setengah.

"Guru les fisika Mela kan laki-laki, Li. Nggak mungkin kan di hari Jum'at ini gurunya nggak sholat Jum'at?" Bunga menjelaskan panjang lebar.

"Wah… lo hebat, Bung," aku geleng-geleng kepala sembari menyondongkan tubuh agar mendekat dengan Bunga, "kamu bisa ingat jadwal Mela hingga gurunya pun? Hebat banget sih."

Bunga malu-malu kucing membenarkan letak kerudungnya.

"Tumben, Bung. Abi kamu membolehkan jalan-jalan setelah sekolah?" Liana menyeruput susu coklatnya.

Bunga menghela nafas, matanya melirik ke arah luar. "Coba lihat ke luar," Kami melihat ke luar, "disana ada mobil putih kayak mobil yang biasa jemput aku kan?" Aku dan Liana mengangguk, "di dalamnya ada Pak Deden. Abi tentu saja nggak membolehkan, tapi Abi baik hati membolehkan aku tapi dengan syarat harus ditemani kemanapun bersama Pak Deden."

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang