15. Sinta Wirastri

31 2 0
                                    

Assalamu'alaikum

Happy reading

****


Brakk

"Aduh!!"

Aku dan kak Ifah yang sedang ngobrol kaget dengan suara sepeda jatuh. Aku menatap seseorang yang jatuh dari sepeda itu. Aku dan kak Ifah langsung berdiri lalu menghampiri dan menolong cewek itu. Aku memegangi tangannya untuk membantunya berdiri, sedangkan kak Ifah mengambil sepedanya yang menimpa badan cewek itu.

"Terima kasih," ucap cewek itu. Dia menepuk-nepuk rok selututnya yang kotor. "Aduh!!" pekik cewek itu. Mendengar suaranya aku melihat lutut cewek itu. Ternyata lututnya berdarah karena kegeres aspal.

"Ayo kita duduk dulu," ajakku lalu membantunya berjalan ke tempatku tadi.

Setelah duduk di atas rumput, cewek itu masih meringis kesakitan. Karena kak Ifah dokter, dia yang menangani cewek ini. Kak Ifah menyuruh kakinya diselonjorkan.

"Eh Rahma beliin air dong," pinta kak Ifah.

"Nggak usah beli, kak. Ambil saja di keranjang sepedaku. Disana masih ada sisa airku," ucap cewek itu dengan menahan sakit.

"Iya." Aku berdiri lalu mengambil air di keranjang sepedanya. Setelah dapat aku memberikannya pada kak Ifah. "Ini kak."

Kak Ifah dengan cekatan dan hati-hati dalam membersihkan luka cewek itu. Setelah itu dia mengambil hansaplast di tas selempangnya. Lalu menempelkannya di luka cewek itu.

"Makasih ya," ucap cewek itu dengan tersenyum. Aku baru sadar jika dia memiliki lesung pipi.

"Sama-sama."

"Eh ngomong-ngomong kita belum kenalan. Nama gue Sinta Wirastri. Panggil aja Sinta." Sinta menyodorkan tangannya padaku.

Aku membalas menjabat tangannya, "Namaku Rahma Aisyah. Panggil aja Rahma."

Sinta giliran berkenalan dengan kak Ifah.

"I'm coming.."

Kak Rahmat datang dengan kedua tangan yang penuh dengan belanjaannya. Raut muka kak Rahmat berubah yang semula ceria menjadi bingung. Dia meletakkan belanjaannya lalu berbisik padaku. "Siapa dia?"

"Namanya Sinta," ucapku sepeti kak Rahmat berbisik. Sedangkan kak Rahmat ber-oh ria.

"Siapa, Rah? Hmm.. pacar lo kan?" ucap Sinta dengan  senyuman yang jahil.

"Eh enggak, Sin. Dia itu kakak aku."

Sinta ber-oh ria.  "Kak bawa apa aja? tanyaku.

Kak Rahmat membuka plastik belanjaannya, "Ini ada minuman, snack, pocari terserah kamu mau ambil yang mana. Eh Sinta kamu boleh ambil." Kak Rahmat menoleh ke Sinta.

Sinta menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Emang boleh? Aku kan hanya orang asing yang tidak sengaja nimbrung bersama kalian."

"Nggak apa-apa, Sinta. Lagian kak Rahmat belinya banyak. Kalau habis tinggal bilang sama dia nanti dibeliin lagi. Uangnya banyak." Aku membisikkan kalimat terakhir ke telinga Sinta. Sedangkan Sinta memasang wajah terkejut sambil menutup mulutnya dengan tangan.

"Nggak usah didengerin omongannya Rahma itu."

Aku, Sinta dan kak Ifah tertawa mendengar suara kak Rahmat yang kesal.

Aku mengambil air minum lalu menenggaknya hingga setengah. Lari-lari tadi membuatku sampai haus. "Rumah kamu dimana, Sin?" tanyaku.

Sinta berhenti memakan chikinya lalu menatapku. "Rumahku blok D nomer 16."

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang