47c. Kembali

18 4 0
                                    

Assalamu'alaikum

Happy Reading

*****


"Ya ampun ada apa ini munafik munafik?"

Aku menatap kedatangan Sinta dan Vania dengan berderai air mata. Tapi aku langsung menunduk lagi. Tak sanggup mengangkat wajah.

Vania mendorong bahuku agar dia bisa mendekat di mading. Dia dan Sinta mulai melihat gambar— fotoku dan Cila.

"Apa?" Sinta berteriak lebay. "Gue nggak nyangka kalau…" tatapannya beralih padaku, "Rahma…"

Vania menghela nafas. "Kalau ada Chyara di sini pasti seru."

Sinta menatapku sok iba. "Yang sabar, Rah. Gue yakin Lo bisa lewatin semua ini."

Sepertinya janjiku harus aku langgar karena kakiku saat ini tidak bisa digerakkan, kaku. Aku hanya mampu menunduk dan menahan isakan.

"Mending besok lo ganti seragam deh," ucap Vania memutari tubuhku. Aku sukses menjadi hiburan gratis untuk anak-anak sepulang sekolah.

"Ganti pake kemeja lengan pendek dan rok pendek di atas lutut."

Sontak semua orang yang di sana tertawa. Sungguh kejam. Ayolah, kaki, kamu pasti bisa bergerak.

Aku mendongak secara perlahan. Dan semua orang menatapku jijik dan hina. Aku dipermalukan. Ini seperti kejadian saat aku di SMP.

Mataku menatap semua orang berusaha mencari sosok yang tidak membenci aku. Iya, mungkin sekarang semuanya sudah membenci aku.

Bunga! Dia berada di tengah-tengah kerumunan. Selama ini dia kan hanya menjauhi aku agar menjaga perasaan Mela. Dia tidak mungkin benci sama aku.

Tetapi Bunga termasuk sama orang-orang di sini. Sorot matanya memancarkan tidak percaya.

Della! Tidak dia juga sama. Dia ikut tertawa. Rania dimana? Rena? Oh aku lupa, anak unggulan macam Rania pasti sudah pulang untuk bimbel.

Rena pasti sudah pulang. Anak tipikal seperti dia tidak suka tempat keramaian. Tapi tidak. Mataku berhasil menangkap sosok anak perempuan kecil berada di tengah-tengah kerumunan bersama Bunga.

Rena menangis. Aku mendekati dia. Tetapi dia malah mundur. Tanganku yang terulur akan memegang tangannya ditepis.

"Aku nggak nyangka kalau Kak Rahma dulu anak geng motor."

Itu diriku yang dulu, ingin sekali aku mengatakan itu. Tapi aku sudah menangis, tidak bisa mengatakan. Kenapa semua orang di sini jahat, tidak punya hati nurani?

"Siapapun yang menempel foto ini, kita harus berterima kasih padanya." Vania bersuara lagi.

"Oh iya harus."

"Lo kan yang nempel foto ini?!"

Akhirnya aku dapat berbicara. Sinta menoleh padaku lalu berjalan dengan anggun.

Dia sampai di samping tubuhku lalu membisikkan sesuatu, "Kalau iya kenapa, bitch?"

Sontak aku mendorongnya kuat-kuat hingga dia jatuh tersungkur beberapa meter.

Tak berhenti di situ saja, aku langsung melepaskan tas dan menarik rambut Sinta hingga dia berdiri lagi.

"Njir! Sakit tahu!"

Aku semakin menarik rambutnya melampiaskan segala yang kupendam sejak tadi. Kekesalan tadi malam, kemarahan, aku yang malu karena diolok-olok Sinta. Aku juga punya harga diri.

"Lo kejam banget tahu nggak, hiks!"

Sinta membalas menyerang aku. Kami saling menarik. Aku menarik rambutnya, sedangkan dia menarik kerudungku.

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang