61. Back To School

30 4 0
                                    

"Akhirnya selesai juga…"

Semua personil band Harmonist meregangkan tubuhnya. Terutama sang drummer yang lelah karena duduk dan kedua tangannya yang selalu memukul selaput dari kulit.

Kami duduk melingkar lesehan. Rama berinisiatif untuk menghidupkan kipas angin juga. Yahh… panas sekali hari ini, bahkan AC sudah dihidupkan dengan suhu rendah.

"Lola, pesen makanan dong." Angga pura-pura sok terlalu lelah. Sekarang, dia tiduran. Kotor sudah lantai yang ditidurinya.

"Lo yang bayar?" balas Lola.

Angga mengibas-ngibaskan tangannya. "Iyaa. Gue yang bayar. Beli McD aja."

Lola langsung mengeluarkan ponsel dengan semangat. "Yess! Siap, Pak Ketu."

"Hey, gue Pak Ketunya." Rama meralat.

Tak sadar kami lama duduk disana hingga lupa dengan giliran kelompok selanjutnya. Ketua kelompok selanjutnya itu datang dengan angkuh. Dagu diangkat.

"Woyy… ini udah giliran kelompok gue. Ngapain kalian masih di sini. Terus kenapa ada siswi yang di-skorsing ke sekolah?" Sinta mengangkat dagunya dan melipat kedua tangannya di dada. Lengkap sudah rendahnya diriku Dimata Sinta.

Hari ini memang Rama mengajak latihan di ruang musik sekolah. Aku pun merasa tidak nyaman, kan aku masih di-skors rasanya seperti tidak pantas. Yang kedua, aku kan mau lomba singel di festival itu otomatis aku keluar dong dari band ini. Nah, masalahnya aku bingung mau mengatakannya bagaimana.

Aku hampir saja membalas, tetapi Lola dengan baik hati menggantikan diriku.

"Woy, Sinta. Seharusnya lo sadar, kalau Rahma menyangkal tuduhan lo kalau Rahma yang melukai lo, gue nggak yakin kalau lo masih punya muka buat ketemu kita-kita. Ngaku aja deh kalau lo fitnah Rahma." Ternyata ada juga yang baik denganku. Lola tidak menerima mentah-mentah.

"Emangnya ini sekolah lo? Ini sekolah juga bukan punya lo kan, sok berkuasa aja lo." Angga menambahi. Dia bangun dari tidurnya.

Sinta menurunkan kedua tangannya. Tetapi raut wajahnya masih tetap angkuh. "Eh ini sekolah… punya calon mer-"

"Udahlah. Kita pindah aja di gazebo, disana lebih adem daripada disini yang entah mengapa tiba-tiba hawanya panas sekali." Rama berteriak kencang sembari berdiri sembari menggerak-gerakkan kerah seragamnya memberi angin. Disusul dengan lainnya.

Angga dan Lola saling menggerutu. Tampaknya mereka berdua masih tidak rela kalau diusir kasar. Tetapi, aku penasaran apa lanjutan perkataan Sinta tadi? Seharusnya Rama tidak cepat-cepat menyela.

Biarkan saja…

*****

Masih sisa satu hari sebelum besok pagi mulai berangkat sekolah. Satu hari itu aku gunakan mengerjakan tugas-tugas yang membeludak. Guru-guru emang tak berhati memberikan murid yang tidak bersalah tugas yang buanyakkk…

Tapi alhamdulilah, Liana dan Bunga datang lagi. Mereka berdua membantuku mengerjakan tugas itu. Lagi-lagi Mela tidak ikut lagi. Huhh… ber-husnudzon saja.

"Oh iya, Rah, mau ku bantu mencatat nggak?" Liana sudah selesai mengerjakan jatah tugasnya— milikku yang dikerjakan Liana— menawari.

"Sejak kamu di-skors, Liana rajin banget nyatet. Bahkan dia bolak-balik dari kelas ke koperasi sekolah buat beli pulpen lagi. Aku lagi yang kena, Rah. Kalau pulpen di koperasi habis. Liana ngajak keluar dari sekolah ke toko depan." Bunga bercerita mendramatisir keadaan. Aku pun ikut ke dalam dramanya.

"Ya Allah kalian ini. Uluh… uluh… makasih semuanya," Baru saja mau memeluk mereka, baru teringat sahabat baru aku dari awal kelas sebelas itu. Iyaa… Mela. Dia tidak memunculkan batang hidungnya lagi, "Mela mana? Dia les privat lagi?"

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang