16. Panggilan Kesayangan

46 4 2
                                    

Assalamu'alaikum

Happy reading

*****

Rama's POV

Pagi ini entah kenapa sekolah sangat riuh. Ada artis kah? Jika iya aku sih bodo amat. Tetapi saat datang ke kelas, Rahma ditanyain satu kelas bahkan dari kelas lain masuk ke kelas XI IPA 1. Aku putuskan untuk bertanya pada Dimas.

Dimas yang sedang mendengarkan musik dari headset hpnya langsung kucopot, "Sekolah rame banget, ada apa?" Tapi sepertinya aku salah orang untuk bertanya. Buktinya Dimas malah bingung.

"Gue nggak tahu kalau kelas udah rame. Tadi gue masuk paling awal buat ngerjain PR," ucap Dimas.

Aku mendengus mendengar penuturan Dimas, "Lo kayak punya dunia sendiri. Dengerin musik nunduk lagi."

Dimas meringis, "Eh btw sekolah rame banget ada apa?"

Bolehkah membuang orang ke sungai? Jika boleh ingin kulakukan.

*****

Waktu istirahat kugunakan untuk memilih siapa yang akan ikut ke bandku. Karena aku sudah memutuskan untuk mengikuti lomba itu.

Daftar orang yang ingin kumasukkan di bandku:

Rama, Rahma, Dimas, Angga, Lola,

Rama sebagai gitaris

Rahma sebagai violinis

Dimas sebagai drummer

Angga sebagai keyboardis

Lola sebagai vokalis.

Aku tersenyum lega melihat daftarku. Aku sudah membayangkan bagaimana band kami tampil, lalu memenangkan lomba festival itu dan mengangkat piala tinggi-tinggi. Membayangkan saja membuatku bahagia, apalagi pas kenyataan.

"Rama..."

Aku tidak sedang halusinasi kan? Baru saja namaku dipanggil. Apa aku sudah terlalu menghalu? Pasti aku masih menghalu ini. Tidak mungkin aku akan mendengar suara cewek itu lagi.

"Rama..."

Kali ini dia memanggilku dengan suara yang cukup keras. Sudah cukup dugaan-dugaan lainnya. Aku harus melihat siapa yang memanggil namaku tadi. Kugerakkan kepalaku ke depan. Dan... jeng... jeng... jeng...

"Rama gue seneng banget ketemu sama lo lagi." Cewek itu langsung memelukku yang masih duduk di atas bangku. Bahkan aku bisa mencium parfumnya yang masih sama seperti dulu. Dugaan ku benar. Dia kembali lagi. Seakan disadarkan oleh kenyataan, aku langsung menyentak tangannya yang melingkar di leherku.

"Rama ini gue... Sinta. Gue kangen lo."

Senyum itu masih sama seperti dulu yang membuatku sangat ikut tersenyum padanya. Tetapi sudah tidak lagi, sudah tak ada senyum menular dari sosok Sinta Wirastri.

"Ternyata lo," ucapku menyembunyikan keterkejutan.

Sinta duduk di sebrangku. Posisi kami terhalang dengan meja. "Lo nggak suka gue kembali?"

Aku memasang senyum miring, "Suka? Cih udah nggak ada."

"Beri waktu 5 menit untuk ngobrol sebentar dengan lo," ucap Sinta.

Muka Sinta berganti sedih. Aku memalingkan muka kemana aja yang yang penting tidak melihat mukanya yang sedih. "Padahal gue udah bela-belain pulang ke Indonesia demi lo."

Aku mendecih lagi mendengar penuturan Sinta. Bela-belain? Bohong. Bilang aja dia membuang waktunya dengan cowok putih saat itu.

"Rama gue serius. Gue kangen sama lo. Gue pengin lanjutin hubungan ki-"

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang