21. Terkunci

34 2 0
                                    

Assalamu'alaikum

Happy reading

*****

Panas matahari sangat baik untuk tubuh. Sinarnya baik untuk kesehatan tulang. Bayi saja, jika pagi-pagi selalu diajak di luar panas agar kulitnya dapat merasakan panas.

Tetapi aku belum pernah membaca panas matahari sore baik untuk kesehatan. Tolong beritahu aku jika kalian tahu jika panas sore memiliki manfaat.  Ya, aku dihukum. Aku dihukum gara-gara terlambat masuk lapangan plus topiku hilang entah kemana.

Aku dihukum berada di tengah-tengah lapangan sepak bola dan harus menghadap ke matahari terbenam. Selain itu, aku sendirian yang dihukum. Della dan Vina diampuni oleh kakak garang nan disiplin ini.

Semua pengurus OSIS kelas Xi dan XII diistirahatkan untuk menontonku–kecuali ketua OSIS. Aku daritadi disuruh PBB sendirian. Hadap kanan, hadap kiri, balik kanan, hadap kiri, hadap kanan yang hasilnya tetap mengarah ke matahari terbenam. Silau. Kakiku juga pegal disuruh jalan ditempat sesuka hati ketua OSIS menjengkelkan itu.

"Kamu tahu kan, Rah, konsekuensinya jika tidak memakai topi saat PBB?" Mata kak Rafli menatap tajam ke arahku. Kenapa harus kak Rafli sih yang menghakimi aku? Ketua OSIS itu sangat terkenal dengan kedisiplinannya dan penerapan aturan.

"Siap." Aku mengganti sikap biasa dari yang semula sikap istirahat di tempat parade. "Harus dihukum."

"Bagus. Kalau begitu lakukanlah." Suara kak Rafli tenang namun tersirat ketegasan didalamnya. Aku menggigit bibir bawah takut dan… malu. "SEKARANG!" teriak kak Rafli karena aku belum melakukannya.

Aku melakukan push up, sit up 10 kali. Aku jika push up tidak bisa. Makanya aku malu. Setelah melakukannya dengan sebisaku, aku kembali berdiri lalu memasang sikap istirahat di tempat.

"Lakukan kembali!" perintah kak Rafli lagi. Aku melirik ke arah Della. Dia menatapku seperti tatapan khawatir. Teman-teman OSIS ku disuruh menontonku. Malu bukan? "Pandangan seratus meter kedepan!" Suara kak Rafli kembali menggelegar di lapangan sepak bola seluas ini.

Aku kembali melakukan hukumanku. Setelah itu melakukan hal tadi. "Katakan apa alasanmu tidak memakai topi?"

"Saya lupa meletakkannya."

"Dasar ceroboh." Suara berat itu mencaciku. Sungguh aku sangat capek, kesal padanya. Kenapa harus ada acara topi hilang sih?

"Maaf, kak."

"Bayangkan kamu saat ini sedang melaksanakan rapat untuk ulang tahun sekolah. Kamu disuruh membawa file-nya, tetapi kamu lupa meletakkannya dimana. Bagaimana rapat itu akan berjalan jika tidak ada yang dibahas. Coba pikir—"

"Maaf gue mengganggu." Suara khas laki-laki menjeda ceramah ketua OSIS itu. Aku sungguh berterimakasih pada seseorang itu. Ternyata… kak Alif.

"Silahkan ada apa?"

"Gue membawa topi perempuan ini." Mataku berbinar karena topiku ada di tangan kak Alif. Kak Alif masih dalam setelan seragam basket lengkap dengan bolanya. Dia membawa topiku di tangan kanan, bolanya  di tangan kiri. Kak Alif menunjukku dengan dagunya.

"Baiklah. Silahkan berikan!" Kak Rafli menunjukku dengan dagunya. Sedangkan kak Alif menatapku dengan datar— seperti biasanya. Kak Alif mau memakaikan topinya di atas kepalaku, tapi langsung kuhentikan.

"Kak, biar aku aja yang pakai." Tangan kak Alif yang semula menggantung langsung diberikan padaku. Setelah itu kak Alif pergi tanpa mengucapkan sepatah kata.

"Ayo semuanya berdiri, kita mulai lagi latihannya."

*****

"Kak Alif…"

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang