41. Dihukum

19 4 0
                                    

Saat ini adalah pelajaran seni budaya.  Guru itu bernama Bu Sri. Bu Sri akan mengadakan tugas ketrampilan dengan menggambar di kanvas. Tetapi dibuat kelompok. Setiap kelompok berisi empat orang.

Dan Bu Sri malah menyuruh urut absen. Untung masih ada Rania. Jadi aku tidak cewek sendiri.

"Kita mau gambar apa nih?" tanya Rafa dengan malas. Dia yang paling malas dalam hal-hal menggambar.

Saat ini kami duduk melingkar lesehan di dalam kelas bagian belakang.

Rania menggumam. "Gambar bunga aja lebih simpel."

Rafa berdecak. "Pasaran tau nggak!"

"Gue udah beri usul malah lo nge-gas! Lo palingan juga nggak bantu," Rania nyolot.

"Gue tadi itu mengkritik. Udah baik dikritik daripada nggak ditanggapi."

"Bla… bla…"

"Udah selesai!" ucap Rama dengan nada rendah tapi tersirat kekesalan. Dia tampaknya juga kesal dengan pertengkaran ini. "Gue lagi mikir nih."

Semua yang disana diam. Termasuk aku. Semuanya pada mikir mau nggambar apa.

Sesudah 15 menit, salah satu teman sekelas berteriak ke arahku—lebih tepatnya ke kelompokku.

"Woe… kalian ini ngapain pada diem-dieman? Noh lihat jam, udah ganti pelajaran!"

"Habis ini pelajaran apa?" tanya Rafa.

"Biologi," jawabku.

Rafa berteriak. "Mati gue. Tugas fungsi belum."

"FUNGII!"

Aku dan Rania berteriak pada Rafa kecuali Rama. Dia masih mikir, raut wajahnya sok serius itu pengin aku tonjok. Gemes aja sama muka sok serius itu.

"GUE TAHU MAU NGGAMBAR APA!" Kali ini Rama yang berteriak. Kami—aku, Rania, Rafa— terkejut kaget. "NGGAMBAR FUNGI AJA!"

"TERLALU PASARANN!"

"Hey! Kalian semua kenapa teriak-teriak?  Kalian tahu tidak kalau saya sudah duduk disini daritadi?!"

Kami serempak menoleh ke depan. Muka guru itu sudah merah padam menahan marah. Aku menelan saliva berat.

"Kalian semua keluar dari kelas saya! Jangan kembali sebelum kelas saya selesai!"

*****

"Gara-gara siapa nih?"

"Ya elo lah! Gara-gara lo, kita semua dihukum!"

"Bukan hanya gue lah, Ran. Si Rama juga teriak tadi."

"Salah fungi" timpal Rama.

Aku menghela nafas pelan. "Salah semua!"

Rafa dan Rania berhenti debat, kami kembali hormat kepada bendera dengan tenang.

Iya! Kami tidak hanya sekedar disuruh keluar dari kelas. Tapi kami juga disuruh hormat kepada bendera. Mana panas lagi. Terutama mataku daritadi selalu mengeluarkan air mata.

Aku lupa pakai kacamata.

"Hah…"

Entah sudah ke berapa kali, Rama dan Rafa menghembuskan nafas. Yang penting lebih dari 10 kali.

"Panas banget." Rania mengipasi wajahnya dengan tangannya yang bebas.

"Muka lo merah banget!" Rafa menahan tawa. "Makanya jangan pake skincare terus!" Rania memanyunkan bibirnya. Dia sudah lelah berdebat.

Aku juga lelah. Masih lama lagi. Haus, gerah, panas, dan… lapar. Rasanya badanku lemas. Tadi nggak ke kantin karena Liana kumpul paduan suara lagi.

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang