66. Kotak Beludru Merah 1

12 5 0
                                    

Rahma

Rasanya sudah lama sekali aku tidak ikut musyawarah OSIS. Faris mengajak pengurus OSIS berkumpul sore ini setelah pulang sekolah. Rencananya setelah pulang sekolah langsung ke rumah saja. Berlatih lagi. Tapi tak apalah… sudah lama juga tidak bertemu teman-teman OSIS.

Jika biasanya aku akan menunggu Della untuk bareng ke ruang OSIS, maka sekarang tidak. Aku masih merasa kecewa padanya. Berangkat awal ke ruang OSIS juga tak apa sih. Lagi pula kelasnya juga belum bubar.

Koridor ramai dengan siswa-siswi yang mau pulang. Ada juga yang berlarian agar tidak ketinggalan angkot. Mereka yang menaiki angkot biasanya anak beasiswa. Ada rasa salut ke mereka.

"Eh, Rahma." Di depan ruang OSIS, ada Vina yang duduk di kursi. Ruang OSIS belum dibuka، kuncinya dibawa Faris. Hanya ada Vina dan tiga laki-laki berkacamata yang kutebak anak IPA 2. Aku agak tidak memperhatikan laki-laki di dalam OSIS. Hanya yang penting saja, ketua.

"Hei, Vina. Sendirian?" tanyaku basa-basi. Lalu duduk di sebelahnya.

“Iya, lagi males cari barengan kelas IPS. Della mana? Tumben nih nggak bareng sama Della.“

"Kelas aku tadi selesai dulu, jadi langsung aja."

Vina hanya mengangguk. Untunglah tidak bertanya lagi seputar Della.

"Rahma, sebelumnya sorry ya gue tanya perihal ini ke lo. Soalnya gue penasaran banget dan nggak mau sedang di dalam zona penasaran." Vina menoleh ke aku.

"Apa? Santai aja kayak sama siapa aja," aku tertawa renyah.

"Jadii, masalah lo sama Sinta itu separah apa sih kok sampe ada tragedi berdarah?"

"Nggak ada masalah apa-apa sih. Kamu percaya kalau aku yang ngelukai Sinta?"

"Jujur sih. Gue nggak percaya," jawaban permulaan Vina membuatku menarik sudut bibirku, "tapi bukannya gue mihak lo ya, Rah. Gue nggak percaya sama kejadian ini."

Aku mengerutkan kening. Sangat aneh. "Vin, kamu kok bisa mikir kayak gitu?"

"Astaga, udah berapa kali setiap gue cerita kek gini pasti reaksinya nggak kalah sama kayak lo. Kenapa sih pada nggak percaya?"

"Y-ya, aneh aja, Vin. Setiap orang reaksinya kayak gini ya normal. Soalnya udah ada buktinya yang membuktikan kalau aku yang ngelukai Sinta."

Vina mendekat ke arahku. Membuatku kaget. Pundak kami bahkan bersentuhan. Ditambah matanya yang tiba-tiba tajam serius menatapku dalam.

"Lo nggak kepikiran kalau bukti itu salah?"

"M-maksudnya?"

"Lo udah cek semua CCTV di sekitar ruang musik? Atau lo nggak teliti dalam menonton video yang direkam Vania? Lo nggak kerasa dijebak?"

Belum otakku menerima dengan baik apa yang diucapkan Vina, suara Faris menginterupsi.

"Rahma, ada yang mau gue omongin sama lo. Ikut gue."

*****

"Apa?"

"Baca."

"Surat ini?"

Faris mengangguk. Tiba-tiba setelah Faris mengajak aku sedikit menjauh dari ruang OSIS tepatnya di depan ruang klub Mading, dia menyodorkan sebuah amplop yang terdapat logo OSIS. Penting sekali kah sampai pakai amplop berlogo OSIS yang limited edition?

Biasa pertama ada kepala surat, no. Surat dan yang lainnya. Fokusku langsung ke inti.

Yang terhormat pengurus OSIS kami, Rahma Aisyah siswi kelas XI IPA 1

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang