19. Teror

33 3 0
                                    

Assalamu'alaikum

Happy reading

*****

"Ngiing…"

Aku dan Rama memutus pandangan tetapi masih tersenyum. Aku lupa jika masih ada makhluk hidup selain aku dan Rama di kendaraan ini.

"Udah lupa sama aku. Tadi itu hanya sebentar loh. Apalagi saat kamu udah nerima Rama," ucap Liana kesal.

"Ya maaf, Li."

"Ehmm… Rahma," panggil Liana.

"Ada apa?"

"Rumahku nanti kosong. Aku sendirian. Boleh nggak aku nginep satu malam aja di rumahmu?"

"Wah… boleh banget, Li. Satu malam lebih juga nggak apa-apa kok," ucapku kegirangan.

"Yeay."

Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi. Rama memutar radio keras-keras. Lalu aku teringat sesuatu. "Rama, lo dapat surat itu kapan?"

Rama menggumam, "Pas pulang sekolah. Saat itu kan buku paket gue ketinggalan, gue balik lagi ke kelas. Kebetulan paket itu berada di atas meja. Di atas buku paket ada surat berbentuk amplop."

"Oh. Berarti orang itu menaruhnya pas kelas kita udah bubar," ucap Liana.

"Gimana kalau lebih lengkapnya malam ini kita ngomongin soal itu," usul Liana.

"Dimana?" tanyaku.

"Di rumah kamu lah beb."

Aku menimang-nimang usulan Liana. Ayah bunda sama kak Rahmat mungkin mengizinkan tinggal bilang mau kerja kelompok. Aku juga penasaran dengan surat itu.

"Oke deh nggak apa-apa. Lo mau nggak, Ram? Kalau nggak ada lo mungkin ya nggak jadi."

"Ehmm… gue nggak ikut dulu ya. Udah malem. Gue belum izin. Mami pasti ngamuk."

"Yah…" Liana mendengus kecewa. "Padahal gue semangat banget dengan teka-teki."

"Besok-besok ajalah kita nimbrung lagi."

Kembali hening. Liana kembali menikmati es krimnya. Rama kembali fokus dengan jalanan. Aku melihat jalanan dari jendela. Tetapi saat aku melihat spion depan, melihat sebuah mobil hitam seperti mengikuti mobil yang kutumpangi.

"Rama, lo ngerasa kayak diikutin nggak?" tanyaku.

"Hmm…" Rama melihat ke spion mobilnya. Lalu ke spion depan. "Iya deh. Bentar gue tes dulu."

Rama memindah jalurnya ke kanan. Mobil hitam itu ikut ke kanan. Rama pindah ke jalur sebelumnya, mobil itu juga ikut berpindah. Aku bergidik ngeri saat Rama memasang senyum miring.

Mobil Rama berbelok ke kanan—jauh dari rumahku. Mobil hitam itu ikut berbelok kanan. Oke fiks, mobil itu ngikutin mobil ini. Aku takut saat melihat jalan ini sangat sepi. Kanan kiri masih ada hutan yang lebat dengan pepohonan. Belum lagi lampu jalan yang penerangannya sudah minim.

Rama menambah kecepatannya membuatku sedikit berteriak dan terdorong ke depan—untung memakai sabuk pengaman. Sedangkan es krim Liana sudah jatuh di atas roknya.

"Rama es krim gue jatuh," kesal Liana.

"Udah diem jangan cerewet dulu."

"Ada apa sih?"

"Mobil kita diikutin, Li. Lihat ke belakang," ucapku.

"Omo. Seperti di film action beneran. Tapi… menegangkan."

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang