7. Terlalu Berharap

55 7 0
                                    

Happy reading

****


"Ayah, nanti Rahma berangkatnya diantar kan?" Tanyaku.

Semalam tepat saat Rama pulang, ayah pulang dari kerja. Dan saat makan malam aku menceritakan tentang montorku yang bocor. Ayah hanya tersenyum lalu bilang tidak apa-apa. Ayah bilang motorku itu lama belum diservis.

"Bareng ayah. Kalau pulang nanti dijemput kak Rahmat. Soalnya ayah mulai sekarang pulangnya habis Maghrib. Kalau bunda, kamu pasti sudah tahu." ucap Ayah  di meja makan.

"Oke." Aku menyatukan jari telunjuk dan jempol lalu kembali makan dengan tenang. Ayah sesekali bercerita tentang pekerjaannya. Lalu meledek kak Rahmat yang tak kunjung mempunyai calon istri. Padahal umurnya sudah dua puluh tujuh tahun. Aku belum bercerita tentang kakak Raihan. Yang kemungkinan kak Rahmat menyukainya.

Setelah itu aku dan ayah pergi berangkat sekolah. Sedangkan kak Rahmat pergi menggunakan motor. Jarak rumah dengan kampusnya sama dengan jarak rumah ke sekolahku. Ya kurang lebih begitu. Bunda baru membuka toko pukul setengah delapan tapi dibuka untuk umum pukul delapan.

"Gimana sekolah kamu, Rah?" tanya ayah memecah keheningan di mobil.

"Hmm.. ya biasa, kayak anak-anak lain."

Ayah menghentikan mobil karena lampu lalu lintas berwarna merah. "Maksud ayah, kamu nggak mau cerita tentang guru-guru, teman, pelajaran, ekstrakurikuler, katanya kamu juga ikut OSIS?"

Aku sebenarnya tidak pernah menceritakan kegiatan sekolah baru ku dengan ayah. Dulu aku sekolah di SMA negeri. Tapi baru mengikuti MOS, ayah sudah dipindah. Seringnya cerita dengan bunda. Bukannya tidak pernah, tapi aku belum. Karena ayah yang tidak pernah di rumah. Sekalipun hari libur, ayah mengerjakan tugas di kamarnya. Sehingga tidak pernah memiliki Q-time bareng keluarga.

Sebenarnya, ayah dulu tidak sesibuk sekarang. Sebelum ayah dipindah oleh perusahaan pusat, ayah selalu mengajak aku dan kak Rahmat main musik bareng, cerita bareng saat istirahat main musik. Menurut cerita ayah, dulu saat SMA hingga kuliah ayah mempunyai band. Bandnya terkenal hingga pernah tampil di acara ulang tahun kota. Tetapi semenjak mempunyai pekerjaan dan mempunyai keluarga masing-masing, band nya memutuskan untuk bubar. Ayah menyimpan alat band nya di ruangan khusus untuk main musik.

"Ya gurunya sih enak ngajarnya. Mudah dipahami. Kalau temen, Rahma punya temen banyak soalnya kan Rahma ikut OSIS jadinya dikenal orang banyak. Kalau ekstrakurikuler, Rahma masih aktif di musik." Aku menceritakan semua yang ditanya ayah. Aku tidak menceritakan Rama. Kalau ayah tahu aku diganggu oleh laki-laki, aku takut jika ayah tidak konsentrasi dalam bekerja malah kepikiran aku terus.

"Oh.. ayah lega. Ayah kira kamu nggak suka di sekolah barumu." Ayah menghembuskan nafas lega. "Tapi kamu nyaman benar kan di sekolah sana?" tanya ayah memastikan.

"Bener, Rahma nyaman sekolah disana," ucap Rahma membuat wajahnya serius.

"Yaudah." Ayah memajukan mobilnya lagi karena lampu lalu lintas berwarna hijau. Rahma melihat kaca depan yang terdapat kesibukan di pagi hari.

"Ayah cuma takut kalau kamu nggak betah sekolah di SMA swasta," ucap ayah sambil menyetir.

"Nggak, yah. Rahma juga awalnya takut nggak ada yang mau temenan sama Rahma karena Rahma berkerudung, tapi ternyata banyak juga yang pakai kerudung. Bunga juga memakai kerudung," ucapku sambil tersenyum. Sebagai informasi aku dan Bunga itu berjilbab, sedangkan Liana dan Mela tidak berkerudung.

"Kalau begitu ayah kan nggak salah pilih sekolah."

Mobil ayah telah sampai di depan gerbang sekolah. Aku menyalimi ayah lalu turun menuju sekolah.

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang