11. Sore yang Berbeda

40 4 0
                                    

Happy reading

****

Sorak sorai di barisan tribun terdengar sangat riuh. Suara balon-balon dipukulkan sangat keras. Meskipun sudah sore, suara sorakan penonton tetap semangat. Termasuk Liana dan Mela. Dia yang paling semangat menyoraki pemain-pemain basket.

Ya, Liana sekarang sudah membaik. Dia emang moodyan. Dasar labil.

"KAK RAIHAN... KAK RYZA... AKU MENDUKUNGMU..!!!"

"AYO.. SEMANGAT.."

Telingaku sampai sakit gara-gara ikut menonton. Kiri, kanan, belakang semua berteriak. Tidak depan. Karena kami duduk di barisan depan. Kata Liana agar dapat melihat objek dengan jelas.

Kak Alif ternyata jika dilihat dari sini lumayan juga ya. Dia sedang mendribble bola dengan serius. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya. Bahkan lehernya terlihat mengkilap. Ini bukan gara-gara sinar matahari. Karena ini berada di indoor.

"AYO.. TERUS SEMANGAT KAKK.."

"Liana pelan-pelan bisa nggak sih pelan-pelan saja," ucapku berteriak.

"Nggak bisa, Rah. Kak Raihan bisa-bisa nggak dengar aku," ucap Liana tambah kencang hingga aku menutup telinga.

Hah.. sudahlah. Memperingatkan Liana emang tidak ada gunanya.

Babak pertama sudah selesai. Tim kami menang telak. Para pemain istirahat di tempat yang sudah disediakan. Seketika para kaum hawa langsung turun dari tribun. Kini di tribun hanya ada beberapa orang dan kami berempat.

Mereka pada membawa sapu tangan dan air mineral botol. Tetapi ada seorang pemain yang berjalan menuju ku. Lebih tepatnya ke Liana. Orang itu berhenti tepat di depan Liana. Kulihat muka Liana yang ceria menjadi tegang.

"Hay.. semuanya," sapa kak Raihan.

"Hay kak." Ucap ku dan lainnya sama. Masih kaget dengan apa yang terjadi.

"Li itu buat gue kan?"

Aku menatap Liana yang tegang. Emang dia tadi membawa air minum. Tapi aku tidak tahu buat apa. Ternyata untuk ini.

"Eh.. iya kak." Liana malu-malu memberikan airnya untuk kak Raihan. Sedangkan kak Raihan menerima dengan senyum mengembang.

Kak Raihan meneguk air dengan cepat. Air botol itu yang semula masih utuh menjadi masih setengah. "Liana makasih ya."

Liana mengangkat wajahnya menatap kak Raihan. Dia tampak mengerjab-ngerjabkan matanya. Sepertinya dia masih kaget. Hingga perlakuan selanjutnya membuat Liana memaku di tempat. Kak Raihan mengacak-acak rambut Liana.

"Li.. Liana," panggilku. Bunga dan Mela mencoba untuk menyadarkan Liana.

"Rahma.." ucapnya pelan. "Rambutku kotor," ucap Liana sambil memegang rambutnya.

Aku hampir saja menjatuhkan rahangku gara-gara Liana. Hanya masalah rambut kotor saja sampai begitu.

Tiba-tiba saku sekolahku bergetar menandakan ada telepon. Ternyata dari Rama. Sejak kerja kelompok di rumahku, aku menyimpan nomornya untuk tugas ekskul musik. Aku meminta izin temanku untuk menjauh dari teman-teman ku.

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang