60. Nigh With Him

29 4 0
                                    

"Ampun, Mbak jago! Saya hanya orang yang tidak tahu apa-apa."

Hampir saja aku mengumpat. Tapi aku urungkan. Tebak siapa orang itu? Pasti mayoritas dari kalian menebak dengan tepat dan cepat! Siapa lagi yang mau mencari masalah dengan si Marah selain Rama.

Rama yang berada di atas motor masih memakai helm tertawa. Sungguh menjengkelkan mendengarnya tertawa.

"Aelah… lo beneran niat latihan jadi orang gembel? Apa sekarang udah nggak latihan? Awokawok!"

Duakk!!

"Lo tuh nyebelin tahu nggak! Seenak jidat ngatain gue orang gembel! Lo yang cosplay jadi jelangkung!"

"Slow elah. Nggak usah tendang tendang ban motor juga. Lo mau ban motor gue bocor juga kayak motor punya lo, terus gak bisa balik?"

"Dih! Sok-sokan sekarang jadi cenayang!"

Rama berhenti ngebacot. Dia turun dari motor hingga terpampang wajah tengilnya. Sebenarnya penampilan Rama ini sungguh cool bagi penggemar Rama. Kaos berwarna navy blue dan celana jins berwarna hitam.

"Mata lo itu dijaga. Kayak menilai tahu nggak," ejek Rama sembari menghampiri aku. Dia ikut duduk, "iya gue emang ganteng nggak usah salah tingkah gitu."

Sontak aku sedikit menggeser posisi dudukku. "Lo tuh kegeeran banget ya. Bilang, mau apa lo samperin gue? Dan jangan bilang lo buntuti gue daritadi?"

"Lo tuh jangan kebanyakan suudzon dong sama orang ganteng ini. Gue kebetulan lewat eh ketemu sama orang yang latihan jadi gembel."

"Sekali lagi lo buat gue kesel, siap-siap!" Aku mengangkat tanganku yang mengepal kuat. Rama memasang minta maaf.

"Rahma, ayo gue antar pulang. Motor lo biar gue bawa ke bengkel, kayak dulu."

Rama sudah berdiri. Kemudian aku mengikutinya. Dalam hati aku sedikit senang.

"Umm… tapi boleh nggak gue…"

"Mau apa? Nggak usah ragu-ragu gitu dah. Mending ngomong ngegas kayak tadi, kalau kayak gini merasa canggung tau nggak?" ucap Rama tanpa menoleh. Dia masih sibuk ngecek ban.

"Boleh nggak gue… pinjam hape? Mau ngabarin Bunda."

"Noh, ambil di dashboard. Asal jangan lo colong."

Sebagai timpalan, aku berdecak. Setelah itu membuka ponsel Rama. Ponsel Rama kayak baru masih gres gitu, berkilauan. Jadi salah fokus.

"Lo jadi nelpon nggak? Daritadi cuma mengagumi hape gue. Mending mengagumi yang punya hape." Tiba-tiba, Rama berdiri menjulang di depanku. Dia sok memasang wajah sok ganteng.

"Jadi lah! Ngapain juga mengagumi lo!"

Masih berdering. Ini aku nelpon pakai nomer toko, semoga ada yang mengangkatnya.

"Assalamu'alaikum. Dengan toko roti Bunda disini, apakah ada yang bisa saya bantu?"

Aku tak bisa menahan tersenyum. "Waalaikumsalam, Bunda ini Rahma…"

"Ya Allah… Rahma! Kamu kenapa, nak? Baik-baik aja kan di jalan? Apa yang ada ganggu kamu? Kenapa?"

"Bunda… Rahma baik-baik aja. Tapi… motornya yang tidak baik-baik aja. Bocor lagi, padahal udah pernah dicek di bengkel. Pasti Kak Rahmat kurang bagus milih bengkelnya."

Satu Minggu yang lalu, motorku pernah dipakai Kak Rahmat. Pas sekali saat dia pakai ban motornya bocor lagi. Ciri khas Kak Rahmat kalau ban motor yang dipakainya bocor, pasti dibengkelkan di tempat yang sepi. Katanya, bengkelnya sepi kasihan. Padahal bisa saja kan kurang bagus keterampilannya. Makanya sepi.

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang