26. A Dream

26 3 0
                                    

Assalamu'alaikum

Happy reading

*****

"Rahma tungguin gue!"

Mataku membelalak mendengar suara bass hingga muncul empunya di depan gedung ekstrakurikuler yang masih dapat aku lihat dari sini halaman sekolah depan.

"Ayo, kak, ayo." Aku menarik-narik jaket kak Rahmat. "Ayo kak cepetan pulang."

Kak Rahmat berdecak. "Sabar… mau ngapain sih?"

Masalahnya kedua pipiku udah terbakar.

"Udah ayo cepet pake helm langsung pulang."

"Rahma… tu-tunggu gue!" Akhirnya Rama datang dengan ngos-ngosan. Kak Rahmat juga berhenti memakai helm nya.

"Eh, Rama, kan? Iya kan?" ujar kak Rahmat.

"Iya, kak." Dia tersenyum. "Apa kabar, kak? Baik?"

"Alhamdulillah, baik. Kamu?"

"Saya juga baik, kak."

Kak Rahmat tersenyum lalu menatap aku kebelakang. "Nanti pulangnya ya, Rah." Kak Rahmat mendekatkan wajahnya ke telingaku. "Kakak mau tes Rama. Apakah dia cocok dengan kamu."

Mataku melotot. Lalu menampar pipi kak Rahmat hingga kembali menghadap kedepan. "Pulang sendiri aja." Setelah turun dari motor, aku melemparkan helm ke Rama yang untungnya dapat ditangkap.

Mengabaikan suara kak Rahmat yang memanggil aku, aku berjalan menyusuri trotoar.

Maksudnya gimana coba kak Rahmat bilang begitu? Kak Rahmat suka pada Rama? Mentang-mentang kak Rahmat mau nikah, harus gitu nyomblangin aku sama Rama? Cih.

TinTin

"Hey!"

"Eh?!"

"Kenapa nggak naik motor?" tanya kak Raihan. Iya dia kak Raihan.

"Nggak boleh pake motor, kak."

"Terus?"

"Te-terus apa?"

Kak Raihan menghela. "Lo pulangnya gimana?"

"Dijemput kakak aku, kak."

"Lha terus, kenapa jalan kaki? Bareng gue aja yuk"

"Eh?" Tentu saja kan aku kaget, tidak salah? "Nggak usah, kak."

Kak Raihan menghela nafas. "Gue mau ke rumah Liana. Lo mau ikut nggak? Gue pikir temen deket Liana itu lo."

Aku tersenyum kaku. Aku lupa jika tadi Liana langsung pulang setelah dijemguk kak Raihan hingga aku tidak bisa melihat keadaannya. Aku beruntung loh dapat diajak ke rumah Liana. Kalau aku berangkat sendiri pasti tidak dibolehkan, kalaupun diijinkan pasti ditemani kak Rahmat.

"Gimana?" tanya kak Raihan lagi.

"Siapa lagi ini, dek? Udah cukup satu orang doang, nggak usah lebih!"

"Astagfirullah…" aku reflek beristighfar dan mengelus dada kaget. Kak Rahmat datang tiba-tiba. "Ya Allah kak ngagetin aja deh."

"Siapa dia?" tanya kak Rahmat dengan matanya.

"Ya Allah kak. Kakak nggak kenal sama dia?"

Dahi kak Rahmat berkerut. "Emang kakak pernah ketemu dia?"

"Ini nih calon kakak ipar nggak perhatian!" ucapku sambil bersidekap dada.

"Eh kak Rahmat kan? Calon suami kakak saya?"

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang