32. Mela...

32 4 0
                                    

Assalamu'alaikum

Happy reading

*****







"Oke."

Aku terpaksa mengatakan itu. Ini demi Mela. Aku tidak boleh egois.

"Aku nggak setuju!"

Liana datang bersama Bunga.

"Aku juga tidak setuju, Mel."

Mela yang masih terisak kecil menatap Bunga. "Kamu juga milih Rahma, Bung? Aku kira kamu setuju sama aku."

"Kita semua ini sahabat, Mela," ucap Liana halus. Aku dan Bunga menganggukkan kepala.

"Aku kira kalian akan dukung aku, ternyata kalian lebih milih Rahma." Mela bersiap berjalan tapi Bunga langsung mencekal lengan Mela.

"Yaudah kita pulang aja yuk. Kamu pasti kecapekan kan?"

Mela menatap Bunga kesal. "Lo pikir gue main-main, Bung sama ucapan gue tadi? Nggak. Gue beneran."

Bunga bingung menatap Liana. "Yaudah ayo kita pulang aja. Dah… Liana, Rahma. Good night. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Aku menatap mereka berdua dari belakang sendu. Takut jika perkataan Mela bukan hoax. Hingga sebuah mobil menepi. Mungkin itu mobil jemputan Bunga. Terbukti pada mobilnya yang mewah.

"Rahma, kamu nggak usah khawatir. Apapun yang terjadi, aku selalu di sisi kamu." Liana tersenyum tulus membuat aku sedikit lega.

Aku tersenyum. "Makasih, Liana." Jujur aku belum percaya pada Liana. Aku masih trauma pada temanku yang dulu.

"Kamu tenang aja sama Rama. Dia udah pulang ke rumahnya Kak Raihan. Yang cowok-cowok rencananya mau nginap di rumahnya Kak Raihan."

Aku mengangguk lagi. Lalu teringat sesuatu. "Liana, terus kamu pulang naik apa? Tadi kamu kan bareng Bunga."

Liana meringis. "Gampang, Rahma. Aku bisa naik ojol, atau kaki bisa."

Aku menatap tajam Liana. "Kamu jangan bercanda ya, Li. Kamu aku antar aja. Ayo!"

"Rahma, Rahma… nggak usah khawatir. Aku bisa pesan ojol…"

Aku tetap menyeret Liana tanpa membalas ucapannya. Setelah sampai di rumah. Aku menyuruhnya duduk di kursi teras. Setelah meminta izin Ayah, aku langsung pergi ke garasi untuk mengambil motor.

Jujur aku senang sekali akhirnya dapat naik motor sendiri tanpa dibonceng.

"Liana ayo naik!"

Liana mendengus lalu memakai helm- itu helm-nya Bunda. Setelah Liana duduk aku gas dan melaju ke jalan raya… aku bebas.

"Rahma kalau diingat-ingat kamu udah lama ya nggak pernah naik motor sendiri?" Liana berteriak kencang kencang.

"Iya, Li. Aku merasa bebas…"

Liana tertawa. "Besok kamu naik motor sendiri dong?"

Aku menggumam. "Mungkin. Kalau nggak Ayah yang mau nganter."

Rumah aku dan Liana terbilang dekat sekali. Tinggal keluar dari perumahan lalu ketemu jalan raya. Setelah itu belok kanan lurus dah sampe di rumah Liana.

"Makasih, Rahma." Liana memberikan helm padaku.

"Iya. Aku nggak mampir dulu ya. Nanti Ayah khawatir."

Liana mengangguk. "Nggak apa-apa. Palingan Papa juga udah pulang. Hati-hati ya. Jangan kebut-kebut pelan-pelan aja."

"Siap, Komandan."

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang