5. With Him

67 6 0
                                    

Happy reading

****

Setelah pulang sekolah, aku menuju ke toko kue Bunda. Aku sudah janji akan membantu bunda nganterin pesanan. Sebelumnya aku pulang ke rumah untuk ganti baju yang santai. Soal benda tadi saat pulang sekolah itu adalah coklat. Sedangkan coklatnya sudah ku makan saat di toko bunda.

Saat ini aku sedang mengirim pesanan kue. Ternyata dikirimkan di perumahan tempat aku tinggal sekaligus sekomplek. Setelah kucari ternyata rumah itu yang aku kunjungi kemarin. Tetangga baru.

Tingtong, tingtong, tingtong

Kali ini aku tidak tergesa-gesa mencet belnya karena sudah disahuti dari dalam. Orang itu membuka pintu.

"Rahma..."

Ya Allah. Ini sebuah kebetulan apa takdir. Jantungku hampir jatuh. Kaget.

"Raihan..." Aku tersenyum kikuk. Tak sanggup menatapnya aku menunduk. Sudah kupastikan pipiku berwarna merah. Kenapa kau begini Rahma? Tak biasanya kau langsung suka begini.  Apa suka? Tidak, tidak suka. Aku melotot kan mata.

"Ada apa? Kok kamu melotot?" Tanya Raihan. Raihan saat ini memandangku dari bawah. Aku malah gemetar. Aku merasa dejavu.

"Kenapa kamu kesini?" Tanyanya setelah menegakkan tubuhnya lagi.

Aku juga berdiri dengan biasa. "Pesanan atas nama ibu Via. Inikah rumahnya?" Tanyaku memastikan.

"Iya ini rumah ibu Via, mamaku. Ibuku pesan roti lagi? Ah... Sudah kuduga."

"Iya. Ini roti pesanannya." Aku memberikan plastik yang berisi roti pesanan mamanya Raihan.

"Oke. Terima kasih. Mau masuk dulu, Rah?"

"Nggak usah lain kali aja. Aku mau nganterin pesanan yang lainnya. Masih banyak." Aku menunjuk motorku.

"Yaudah. Kutunggu loh ya." Raihan tersenyum.

"Eh.. iya. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Berarti rumah Raihan disini. Jadi saat aku kesini waktu itu ada dia. Ah.. lupakan. Yang penting aku sudah tahu rumahnya dan yang paling penting rumahnya dekat rumahku.

****

Setelah mengantarkan pesanan, aku langsung pulang ke rumah. Aku pulang saat matahari mengeluarkan semburat merah. Sangat indah. Tak lupa aku bersenandung kecil mengikuti lagu yang keluar dari earphone. Suasana seperti inilah yang membuat hatiku terasa damai. Tapi kedamaian itu berlangsung dengan cepat.

"Eh.. eh.. ini kenapa?" Tiba-tiba motorku sedikit oleng. Aku segera menepikan motorku lalu turun dari motor dan menstandarkan motor.

"Yah.. bocor," keluhku. Ini masih di jalan raya. Aku mengeluarkan handphone lalu menelpon kak Rahmat. Setelah menunggu lama yang keluar malah suara operator. Aku mencoba berkali-kali. Tetapi masih aja yang kudengar suara wanita. Masak aku harus menelpon bunda? Bunda kan sibuk. Ayah? Apalagi.

Aku duduk di trotoar sambil terus menelpon seseorang yang sekiranya dapat membantuku. Tapi nihil. Tak ada yang bisa dihubungi. Terpaksa aku harus mendorong motorku mencari bengkel. Saat aku akan mendorong motor, sebuah motor beat menghampiriku. Aku tidak bisa melihat siapa oknum itu. Karena dia memakai helm full face.

"Rahma..."

Orang itu membuka helmnya dan aku tahu siapa dia. Aku tidak menyangka dia ada disini.

"Rama..."

"Lo kok bisa disini? Mau latihan jadi gembel?" Rama tersenyum menjengkelkan seperti biasanya.

"Enak saja. Ngomongnya difilter dulu Napa sih," jengkelku lalu mengalihkan pandangan ke jalan raya yang ramai.

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang