53. Mudah Memaafkan

24 4 0
                                    

Assalamu'alaikum،

Happy Reading

*****

Bagaimana mau menghindarinya kalau aku mudah memaafkan!

•°•°•

Rahma, tungguin guee."

Aku tetap berjalan menghiraukan Rama yang kejar-kejar nggak jelas. Biarkan saja. Ada Sinta ngapain kejar aku yang tidak pasti. Padahal Sinta lebih sempurna daripada aku.

"Rah…"

Akhirnya Rama berhasil menyusul aku hingga membuat aku berhenti berjalan. Aku menatapnya datar.

"Apa?"

"Ya Allah tatapan Lo kayak cewek yang cemburu tau gak?"

"Siapa yang cemburu?" Aku membuang muka.

"Lo. Raut muka lo itu kayak orang cemburu."

Aku melengos malas lalu berniat pergi. Mataku tak sengaja melihat perempuan berhijab instan berwarna hitam yang sedang memegang bola basket. Dengan segera aku melambaikan tangan.

"Bungaa!

Bunga menoleh mencari arah suara, setelah melihatku dia balas melambaikan tangan.

Dia berjalan ke arahku, "Rahma. Kenapa disini? Nggak masuk kelas?"

Aku menggeleng. "Habis dari ruang OSIS, ini mau balik. Udah selesai latihan? Bareng yuk ke kelas."

"Udah yuk balik."

"Ngingg…" Rama.

"Udah yuk, Bung balik sekarang. Nyamuk banyak disini."

Bunga menggandeng tanganku lalu berjalan mengayunkan tanganku. Sebelum pergi aku memberikan tatapan sinis pada Rama.

"Lhooo, Rama gimanaa?"

Aku mengembalikan kepala Bunga yang melongok ke belakang, ke depan. "Udah biarin aja."

*****

"Sudah cukup, pertemuan kita hari ini. Kita bertemu lain hari lagi untuk membahas persoalan perpisahan kelas dua belas."

Setelah Ketua OSIS menutup pertemuan sejenak itu, para pengurus OSIS pun keluar dari ruangan. Tak terkecuali aku. Dengan segera aku memakai tas lalu pamit pulang.

Hari ini, aku diantar lagi. Entah mengapa Kakak laki-lakiku itu suka mengantar aku ke sekolah. Padahal aku ingin belajar mandiri untuk berangkat dan pulang sendiri. Tapi, biarkan lah. Ambil sisi positifnya saja.

Ternyata Kak Rahmat belum jemput, aku duduk menunggu di pos satpam. Sendirian. Aku melongok melihat ruangan pos satpam, ternyata satpamnya tidak ada. Mungkin beli kopi, menggedikkan bahu memilih melihat-lihat sekolah yang lampunya ada yang sudah menyala.

Satu-persatu teman OSIS ku pada pulang menaiki motor. Mereka membunyikan klakson aku mengangguk saja atau menjawab sekedarnya.

"Iya, hati-hati."
"Nggak apa-apa, belum malam kok."
"Nggak usah, nanti Bunda kamu cari lho"

Bahkan ada yang menawariku untuk mengantar. Sang ketua OSIS, Faris.

"Ayo, Rah gue antar pulang."

"Nggak usah. Kakak udah di jalan kok."

"Jangan bohong lho. Ini termasuk tanggung jawab gue. Nggak apa-apa kali sekali-kali diantar cowok. Ayo, mau hujan lho."

Benar saja, langit sudah mendung. Pantesan udah gelap padahal belum sore-sore amat. Tapi aku sungkan untuk mengiyakan ajakan Faris. Sang ketua OSIS bertanggung jawab.

Rahma & Rama (End, Complete) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang