PART 9|| GARLA, LIONSTAR, DAN RAJAWALI

74 8 0
                                    

•••••

"BI SURTI BAKSO DONG, ENEM YA, KAYA BIASA," teriak Devon kepada Bi Surti selaku pedagang di kantin Gardania.

"SIAP, DEN," balas Bi Surti mengacungkan jempolnya.

"Jangan teriak-teriak gitulah. Kasian Bi Surti dah tua, mending kalo mau pesen disamperin," tutur Lingkar duduk di depan Devon.

"Bi Surti nggak baperan gini, dia udah CS banget ma gue," ujar Devon.

"Iya, kasian Bi Surti udah tua. Apa lagi kalo lo sering ngutang, Dev. Kalo Bi Surti udah nggak ada, lo mau bayar ke siapa?" tanya Luky.

"Lo nyumpahin Bi Surti ninggal? Wah, parah lo," sahut Lintang menggeleng.

"Bilangin Bi Surti lu! Lu juga sering ngutang, Ky. Apalagi lu sering ngambil mendoannya Bi Surti, ngomongnya beli lima ribu, dia ngambilnya delapan ribun. Emang laknat si Luky," ungkap Devon. Jangan macem-macem lu, Ky!

Lingkar menggeleng tidak percaya. "Tobat, Ky."

Luky melotot tidak terima. "Wah, Sumpah! Gue nggak pernah kaya gitu. Si Devon asli yang begitu. Gue mah nggak, Kar," ujar Luky, "dulu sih gue pernah, tapi sumpah! Sekarang nggak. Tobat gue, tobat."

"Duit lu kurang berapa sih sampe berani kaya gitu?" tanya Aje menggeleng.

"Enggak, Je. Ini fitnah!" tegas Luky.

"Gue juga nggak! Dulu sih gue pernah, tapi sekarang semenjak ada Pak Haji Lingkar yang memberikan pencerahan gue jadi tobat," ujar Devon melirik Lingkar di depannya. "Wah, berarti si Garet ini mah. Soalnya yang gue inget antara lo sama si Garet."

"Ngadi-ngadi lo bedua," sahut Lintang.

Sementara di sisi kantin sebelah kiri, tepatnya di depan gerobak Mang Odet, Garet tengah mengomel tidak jelas. Cowok itu sedang berdebat dengan Mang Odet. Entah karena apa, tapi yang pasti Garet terlihat sangat kesal.

"Mang, cendolnya banyakin atuh," ujar Garet berdecak kesal karena cendol bagiannya terlihat paling sedikit dari yang lainnya. Ini tidak bisa dibiarkan!

"Nggak bisa atuh, Den. Si Aden teh cendol minggu kemarin aja belum dibayar," ujar Mang Odet masih sibuk menuangkan cendolnya ke dalam gelas.

"Mamang nggak lupa? Kirain si Mamang kasih gratis," balas Garet.

"Ya nggak gitu atuh. Yang namanya hutang ya harus dibayar."

Mang Odet mengambil buku dari laci gerobak. Buku itu terlihat lusuh dan kotor, di tambah sedikit lecek karena beberapa lembar di dalamnya terlipat.

"Nih, ini dimana, jam, menit, detik, dan hari, si Aden ngutang sama saya," ujar Mang Odet memperlihatkan list hutang Garet. Benar-benar terlihat rinci, sampai detik pun tertulis. Mang Odet oh Mang Odet.

"Ya ampun, Mang, Mang," ujar Garet menggeleng tidak menyangka.

"Kalo mau bayar hari ini saya banyakin cendolnya, kalo bayar besok saya kurangin."

"Mang, tapi uangnya mau buat beliin si Dinda coklat. Itu loh, Mang, cewek yang di sana," tunjuk Garet dengan tatapannya mengarah pada Dinda adik kelasnya itu. "Cantikkan, Mang? Saya mau nembak dia nih."

"Kalo nggak punya duit nggak usah pacaran," sinis Mang Odet.

"Yah, Mang. Namanya juga anak muda."

"Ya, sudahlah. Ini cendolnya." Mang Odet memberikan nampan yang berisi enam gelas cendol. Hanya satu gelas yang hanya berisi setengah cendol.

KeyLockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang