PART 32|| PEDULI

47 3 0
                                    

Luky kembali ke kafeJe dengan keadaan mood tidak baik, wajahnya memerah menahan amarah. Dia melemparkan jaketnya di gazebo. Mengusap wajahnya kasar ketika kembali mengingat tentang Keyra bersama Gerry.

Dia frustrasi ketika melihat Keyra begitu berbeda saat bersama Gerry. Luky curiga bahwa alasan Keyra menolaknya karena dia menyukai Gerry. Alasan menganggapnya hanya teman hanyalah tipu daya belaka, padahal aslinya—cih! Luky tidak menyangka.

Apakah selama ini dia bodoh menyukai gadis yang malah menyukai orang lain? apakah selama ini dia kalah dari Gerry?

Luky mengacak rambutnya. Bermain dengan cinta membuatnya bisa gila lama-lama. 

'Srt! Srt!'

Terasa kupingnya basah terkena cipratan, Luky menoleh. Dia melotot ketika melihat Garet menyeruput mie rebus tepat di samping telinganya.

Garet menyengir, tak merasa berdosa. Padahal tatapan Luky saat ini begitu menyalang. “Gimana bunyinya? Maknyus, kan?”

Luky segera mengusap kupingnya. Menatap Garet tajam. “Jijik! Mending sekarang lo jauh-jauh dari gue!”

Luky mendorong tubuh Garet ke samping. Sehingga Garet terhuyung ke Lingkar yang tengah duduk di sampingnya.

Lingkar tidak terima, balas mendorong tubuh Garet ke arah Luky. Garet yang sedang memegang mangkok mie rebus tersebut kuahnya seketika tumpah ke celana Luky.

Luky memejamkan matanya menahan amarah. “Garet!” teriaknya sekencang mungkin.

“Bukan gue, bukan gue.” Garet menggeleng kekeh. “Si Lingkar nih.”

“Enak aja! Bukan gue! Itu kan kuah mie lo!” sungut Lingkar tidak terima.

“Tapi lo yang dorong gue ke samping.”

“Badan lo yang duluan ke gue!”

“Tapi gue di dorong si Luky!”

“Brisik!” teriak Luky merasa kepalanya berdenyut.

Sudah mati-matian dia menahan emosi, tapi sekarang kedua teman gilanya malah membuatnya semakin emosi.

Menegakan tubuhnya, Luky berlalu menuju ke kamar mandi. Namun, saat sampai di tengah outdoor kafeJe, tak sengaja Devon menubruknya sedang membawa es teh.

Kembali melotot tidak terima ketika seragamnya terkena es teh. Devon melongo memandang es tehnya yang tinggal setengah.

“Lo nggak punya mata apa gimana sih?! Jalan liat-liat dong!"

“Lo yang harusnya liat-liat!” teriak Luky menatap Devon dengan amarah.
Wajahnya yang memerah dan tatapan yang melotot, membuat Devon sedikit takut dengan Luky saat ini.

“Santai, Bro.” Devon merapikan seragam Luky, tapi tangannya segera ditepis oleh cowok itu.

“Mata lo yang santai!”

Luky berlalu menuju kamar mandi. Benar-benar hari ini menguji mood dan amarahnya. Berharap di KafeJe dia akan tenang, tapi ternyata emosinya semakin meluap di sini.

Setelah membersihkan seragamnya yang terkena kuah mie dan es teh, Luky meninggalkan KafeJe dengan amarah yang belum mereda.

“Woi ky! Mau kemana?” teriak Lintang tapi Luky tak menjawab.

“Ky! Masa gitu aja lo marah sih. Nggak sengaja juga,” pekik Garet.

“Nggak seru lo! Masa gitu aja marah, gue juga nggak sengaja kali,” pekik Devon.

“Emang kenapa?” tanya Aje.

“Ngambek!” jawab Devon.

Luky tak memperdulikan ucapan teman-temannya, intinya sekarang dia sedang benar-benar menahan amarahnya dan ingin pergi dari sini.

KeyLockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang