"Lu nyontek apa mbatik sih? Lama amat! Gue juga pengen nyontek nih!" pekik Lintang pada Devon yang tengah sibuk menyalin jawaban dari buku Aje.
"Sabar kali, Tang."
"WOY INI PELAJARAN PAK GOGO KAN? DUH, GUE BELUM NYONTEK LAGI," teriak Garet berlari dari ambang pintu. "Aje, Aje, mana buku lo? Mana? Mana?" heboh Garet mencari buku Aje kalang kabut.
Suasana kelas XII IPS 3 sedang rusuh-rusuhnya berbalapan mencontek. Mereka semua takut akan diberi hukuman oleh Pak Gogo jika tidak mengerjakan. Satu meja bisa diisi oleh lima orang sekaligus. Berdesak-desakan seperti sedang tanda tangan sembako gratis. Mereka berharap jika bel tidak segera berbunyi.
"Kerjaan lu nyontek mulu. Kasian tuh otak cuman jadi pajangan doang," cibir Devon pada Garet.
"Lu juga iya tuh. Ngaca woy," umpat Garet. Dia mendekati meja Lintang Devon, dan juga Lingkar. "Geser, Tang. Gue juga mau nyontek."
"Nggak bisa, nggak bisa. Sempit. Lo cari contekan lain aja sana," suruh Lintang merasa tempatnya sudah sempit. Padahal baru ada Devon dan juga Lingkar.
"Lah, Kar, lo biasanya nggak nyontek sekarang nyontek," tegur Garet pada Lingkar yang ternyata sedang mencontek.
"Cuman tiga nomer doang. Gue nggak ngerti soalnya," balas Lingkar.
"Asik. Gue nungguin jawaban lo ajalah," finis Garet kembali duduk untuk menunggu jawaban Lingkar saja. Lalu tatapannya jatuh pada Clara yang terlihat sedang santai membaca buku. Mungkin gadis itu sudah mengerjakan.
"Clara sayang, minjem buku buat nyontek dong," pekik Garet.
"Nggak!" balas Clara tanpa menoleh sedikit pun.
"Pelit amat lu!" cibir Garet mendengus kesal.
"Bodo!"
Garet mendengus. Lalu, pandangannya menyorot ke seisi ruang kelas yang tampaknya sedang sibuk-sibuknya. Mereka berkerumun mengelilingi meja. Tidak mendapat tempat duduk tak apa, yang terpenting bisa mencontek. Garet dapat melihat teman perempuan di kelasnya yang menulis sembari membungkuk karena tidak kebagian tempat duduk. Menjadikan mata Garet serasa berdosa.
"WOY! Yang cewek jangan bungkuk-bungkuk gitulah nulisnya. Bikin zina mata!" teriak Garet.
Semua cewek yang merasa tengah dibicarakan oleh Garet langsung menatap tajam kearahnya.
"Kurang ajar lo!" pekik salah satu siswi.
Lintang menggeplak kepala Garet yang sedang cengengesan jahil. "Mata lu!"
Garet meringis. "Ya abisnya pagi-pagi mereka udah bikin-"
"Kalo liat begituan banyakin istighfar," tutur Lingkar, "nih buku Aje."
"Iya, iya, Pak Haji," balas Garet menerima buku dari Lingkar. "Lah, buku lo mana, Kar?"
"Gue taro. Kita emang udah selesai," jawab Lingkar santai.
Garet menoleh ke arah teman-temannya. Ternyata ketiganya memang sudah selesai. Ah sial! Dia ketinggalan.
Dia segera menyalin buku Aje dengan gerakan empat lima sebelum bel masuk kurang dari 10 menit lagi. Bisa gawat jika dihukum.
"Nggak tulisan, nggak jawaban, nggak muka sama duit lo, semuanya bagus," puji Garet pada Aje yang dari tadi sedang duduk di sampingnya. Cowok itu sedang membaca buku. "Cuman ketut lo doang yang nggak bagus, Je."
"Thanks," balas Aje tidak minat untuk menoleh.
"Ye ...! lu jutek banget sama gue, Je. Atit hati Dede," ujar Garet dramatis. Tangan kanannya menulis, sementara tangan kirinya memegangi dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
KeyLock
Teen Fiction[ON GOING] Bagaimana jika kita dipaksa untuk menerima orang baru padahal hati kita belum siap menerimanya? Kisah percintaan masa lalu menjadi penyebab hilangnya kepercayaan kepada seseorang. Mencoba untuk mengistirahatkan hati, namun seseorang denga...