Api di Bukit Menoreh
Buku 286 (Seri III Jilid 86)
admin
11 tahun yang lalu
Iklan
Dua orang pengawal itu pun berlari-lari mengambil sebuah lincak bambu kecil di serambi dan dibawa kembali turun ke halaman. Dengan sangat hati-hati Rara Wulan telah diangkat dan diletakkan keatas lincak itu untuk diusung ke pendapa.
Sekar Mirah benar-benar menjadi gelisah. Ia tidak ingat lagi lukanya sendiri. Sementara Ki Gede setelah memungut kembali tombaknya, telah naik ke pendapa pula. Beberapa orang pengawal Tanah Perdikan itu melihat bahwa kaki Ki Gede nampaknya sudah menjadi agak parah. Jika Ki Gede harus bertempur lebih lama lagi, maka kakinya tentu akan benar-benar sangat terganggu.
Kepada para pengawalnya Ki Gede memerintahkan agar mereka yang terluka dan gugur di peperangan mendapat perawatan sebaik-baiknya. Bahkan dari mereka yang datang menyerang padukuhan itu harus mendapat perhatian pula. Terutama mereka yang terluka.
Dalam pada itu, selagi Rara Wulan terbaring di pendapa, Glagah Putih masih bertempur dengan sengitnya di halaman rumah Agung Sedayu. Tiga orang putut yang dihadapinya memang mulai membuatnya pening. Bertiga mereka mampu membuat lingkaran yang seolah-olah telah membatasi daya geraknya. Di dalam angan-angannya Glagah Putih justru telah membuat bayangan pagar yang mengelilingi. Bahkan wajah-wajah lawannya itu nampak mulai berubah pula.
Namun Glagah Putih tidak kehilangan daya penalarannya. Karena itu ketika lingkaran yang mengelilinginya yang ada di dalam angan-angannya itu menjadi semakin menyempit, maka Glagah Putih mulai memikirkan, bagaimana ia dapat memecahkan lingkaran itu.
“Lingkaran yang memagari arena ini tidak ada,“ katanya kepada diri sendiri.
Tetapi ketiga orang putut itu bertempur sambil berloncatan di sekelilingnya. Gerak mereka itulah yang telah menciptakan bayangan-bayangan di angan-angan Glagah Putih, bahwa seakan-akan ada pagar besi yang rapat sekali.
“Orang-orang itulah yang menahan agar aku tidak keluar dari kepungan,“ berkata Glagah Putih kepada diri sendiri.
Namun ternyata ia memang tidak dapat segera keluar dari lingkaran yang ada di angan-angannya itu. Meskipun dengan mengerahkan tenaga dan kekuatannya, tetapi setiap kali ia membentur pagar yang melingkar itu, maka ia telah memental kembali masuk ke dalam lingkaran itu.
Penalaran Glagah Putih dapat memperhitungkan, bahwa pagar itu timbul dalam angan-angannya karena kecepatan gerak ketiga orang putut itu. Setiap kali ia berusaha keluar, maka ia membentur kekuatan yang tidak dapat dipecahkan. Glagah Putih tahu pasti bahwa kekuatan yang melemparkannya kembali dalam lingkaran itu adalah kekuatan salah seorang dari ketiga orang Putut yang selalu bergerak memutarinya itu berganti-ganti.
Dengan demikian, Glagah Putih semakin lama semakin terlibat dalam putaran yang membuatnya semakin pening. Sementara itu Glagah Putih menjadi heran, bahwa kekuatan ketiga orang putut itu tidak mampu dipecahkannya.
Glagah Putih mulai menjadi gelisah. Lingkaran itu semakin lama menjadi semakin sempit, sehingga akhirnya tentu akan dapat mencekiknya.
Namun akhirnya Glagah Putih sampai pada satu kesimpulan, bahwa ketiga orang putut itu sudah sampai kepada kemampuan puncaknya. Kekuatan mereka tidak lagi dapat ditembusnya, sementara lingkaran yang mengelilinginya bukan saja membatasinya, tetapi juga membuatnya pening dan perlahan-lahan kehilangan kesadaran. Semua itu tentu karena pengaruh ilmu puncaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit Menoreh seri Ketiga
Historical Fictionsambungan dari seri pertama dan seri kedua dimulai sari bagian 286 dan seterusnya sampai kuota tulisan habis