Api di Bukit Menoreh
Buku 346 (Seri IV Jilid 46)
admin
11 tahun yang lalu
Iklan
Glagah Putih mengangguk-angguk. Meskipun demikian, di wajahnya nampak keragu-raguannya.
Beberapa saat Glagah Putih terdiam. Namun kemudian Ki Jayaraga-lah yang berbicara, “Ki Lurah, ada baiknya di samping usaha para petugas sandi untuk mengamati keadaan, kita berusaha untuk menemukan perempuan yang mengaku bernama Nyi Lurah Agung Sedayu itu.”
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Tetapi iapun kemudian berkata, “Ki Saba Lintang telah mengenal kita. Karena itu, tidak mudah bagi kita untuk menemukannya.”
“Tetapi kita tidak sendiri di lingkungan ini, Ki Lurah. Di sini ada kita. Di Jati Anom ada Ki Widura, ada Ki Untara, sedangkan di Sangkal Putung ada Angger Swandaru. Mereka tentu tidak berkeberatan membantu kita menemukan dua orang laki-laki dan perempuan yang mengaku memiliki sepasang tongkat baja putih pertanda kepemimpinan Perguruan Kedung Jati.”
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya, “Kita memang dapat melakukannya. Tetapi agar tidak terjadi benturan dengan para petugas sandi yang dikirim langsung oleh Mataram, aku harus membicarakannya dengan para pemimpin di Mataram.”
“Baik, Kakang. Jika demikian, kita besok pergi ke Mataram. Kita sampaikan niat kita itu, sekaligus untuk memberikan kesaksian bahwa orang-orang yang menganggap bahwa Nyi Lurah Agung Sedayu telah menyatukan diri dengan Ki Saba Lintang itu adalah sekedar desas-desus yang tidak terbukti kebenarannya. Ternyata mereka tidak tahu pasti, siapakah sebenarnya orang yang bernama Nyi Lurah Agung Sedayu dan Ki Saba Lintang itu. Sehingga siapa saja, seorang laki-laki dan seorang perempuan, dapat mengaku Ki Saba Lintang dan Nyi Lurah Agung Sedayu.”
Agung Sedayu mengangguk-angguk. Katanya, “Besok kita pergi ke Mataram. Jika hari ini aku pulang, karena ketika aku pergi aku masih belum sempat memberikan pesan dan membagikan tugas-tugas keprajuritan kepada anak buahku.”
“Kakang akan pergi ke barak?” bertanya Gagah Putih.
“Aku tadi sudah singgah di barak. Selain memberikan tugas-tugas kepada mereka, aku juga minta bantuan mereka.”
“Bukankah mereka yakin bahwa yang berkeliaran itu bukan Nyi Lurah?”
“Mereka yakin. Mereka mengenal Sekar Mirah dengan baik.”
“Syukurlah.”
“Mereka pun tidak menganggap aku orang gila, sehingga aku membiarkan istriku melakukannya.”
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya, “Kita akan berhubungan dengan Kakang Untara, dengan Ayah di padepokan, dan dengan Kakang Swandaru di Sangkal Putung.”
“Sayangnya, kakangmu Swandaru dikenal dengan baik oleh Ki Saba Lintang, sehingga geraknya akan menjadi sangat terbatas. Adi Swandaru pernah memberikan pengakuan kepadaku pada saat ia tergelincir menghadapi kaki tangan Ki Saba Lintang.”
“Kita akan mendapatkan cara, Kakang,” berkata Glagah Putih dengan nada berat.
Ki Citra Jati yang hanya berdiam diri saja mendengarkan pembicaraan itu, tiba-tiba menyela, “Ki Lurah, jika kami diberi kesempatan, maka aku dan istriku akan dapat membantu, asal kami mendapatkan petunjuk-petunjuk seperlunya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit Menoreh seri Ketiga
Ficción históricasambungan dari seri pertama dan seri kedua dimulai sari bagian 286 dan seterusnya sampai kuota tulisan habis