384

267 14 0
                                    

Api di Bukit Menoreh

Buku 384 (Seri IV Jilid 84)

 admin

11 tahun yang lalu

Iklan

Ketika kemudian terdengar isyarat yang ke-dua, maka setiap prajurit pun telah bersiap untuk bergerak maju dalam gelarnya masing-masing. Beberapa saat kemudian, terdengar isyarat ke-tiga mengumandang di seluruh medan. Kedua pasukan pun mulai bergerak. Namun yang agak berbeda adalah pasukan Demak. Demikian mereka mulai bergerak, maka terdengar sorak yang bagaikan mengguncang bukit-bukit.

“Ada apa dengan pasukan Demak?” bertanya setiap prajurit Mataram.

Sebenarnyalah yang mula-mula bersorak adalah mereka yang menyebut dirinya murid-murid dari perguruan terbesar di bumi Mataram, Perguruan Kedung Jati. Pada saat itu, orang yang mengaku pemimpin tertinggi dari Perguruan Kedung jati telah memimpin langsung pasukannya. Ki Saba Lintang telah berada di sisi Kanjeng Adipati sebagai Senapati Pengapit, bersama Ki Patih Tandanegara. Sementara itu orang-orang berilmu tertinggi dari Perguruan Kedung Jati berada bersama dengan Ki Saba Lintang pula.

Dalam pada itu, pasukan Mataram telah dipimpin langsung oleh Kanjeng Panembahan Hanyakrawati. Seperti yang sudah dikatakannya, maka Ki Patih Mandaraka yang tua itu berada di belakang Kanjeng Panembahan, sementara Ki Tumenggung Derpayuda dan Ki Tumenggung Suradigdaya berada di sebelah-menyebelahnya sebagai Senapati Pengapit.

Di perkemahan, Pangeran Singasari yang terluka menjadi sangat gelisah. Meskipun Kanjeng Pangeran Puger sendiri tetap bersikap sebagai seorang ksatria Mataram, namun ada orang-orang di sekelilingnya yang dapat saja berbuat licik.

“Mudah-mudahan Ki Tumenggung Derpayuda dan Ki Tumenggung Suradigdaya tidak lengah.”

Dalam pada itu, dengan ijin Kanjeng Panembahan Hanyakrawati, maka Ki Lurah Agung Sedayu, Nyi Lurah, Glagah Putih dan Rara Wulan masih saja berusaha untuk dapat bertemu langsung dengan Ki Saba Lintang. Pada hari itu, menurut perhitungan Ki Lurah Agung Sedayu, sepeninggal Ki Tumenggung Gending dan Ki Tumenggung Panjer maka Ki Saba Lintang akan langsung memimpin pasukannya, di samping Kanjeng Adipati.

Demikianlah, beberapa saat kemudian kedua pasukan itu pun segera bertemu di medan yang luas. Seperti di hari-hari sebelumnya, maka para prajurit pun telah berusaha menghentak lawannya. Pangeran Puger muda dan Pangeran Demang Tanpa Nangkil telah memerintahkan pasukan yang membawa busur dan anak panah berada di ujung supit dalam gelar Supit Urang mereka. Sementara itu di ujung ekornya, keduanya juga menyiapkan pasukan yang bersenjata busur dan anak panah.

Mereka sejak awal sudah berniat untuk merubah gelar Supit Urang mereka menjadi gelar Kala Saba. Gelar yang mirip sekali, namun yang kemudian memanfaatkan ekor gelar untuk membuat kejutan dengan langsung menyengat induk pasukan lawan dari samping kepala udang dalam gelar Supit Urang.

Ketika kedua gelar sebelah-menyebelah pasukan induk itu berbenturan dengan pasukan lawan, maka pasukan lawan sudah dikejutkan dengan serangan anak panah, justru dari ujung-ujung supit gelar Supit Urang.

“Gila orang-orang Mataram,” geram Senapati Demak yang memimpin gelar pasukan di lambung medan itu, “kenapa mereka masih sempat bermain-main dalam keadaan yang gawat seperti ini?”

Api di Bukit Menoreh seri KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang