Api di Bukit Menoreh
Buku 340 (Seri IV Jilid 40)
admin
11 tahun yang lalu
Iklan
Padmini dan Baruni bergeser mengambil jarak.
Ketika Padmini tiba-tiba saja hampir terantuk kaki seorang pengikut Srini, maka tanpa bertanya apapun, dilepaskannya anak panahnya dari jarak yang dekat, menembus dada orang itu.
Orang itu terkejut. Anak panah itu langsung menyentuh jantungnya, sehingga orang itu pun terguling jatuh di kegelapan.
Kawannya yang berdiri tidak terlalu jauh, terkejut. Namun demikian ia bergeser mendekat, maka sebatang anak panah telah mengenai punggungnya.
Orang itu pun terkejut pula. Namun ia sempat berteriak dengan marahnya. Bahkan kemudian mengumpat kasar.
Namun orang itu pun segera jatuh tertelungkup. Luka di punggungnya cukup dalam, sehingga menembus paru-paru.
Orang itu menggeliat kesakitan. Tetapi ia tidak dapat lagi bangkit untuk terjun ke dalam pertempuran. Lukanya yang parah telah membuatnya kesakitan dan tidak berdaya lagi.
Pamekas dan Setítí mendengar jerit orang yang punggungnya ditembus panah Baruni. Karena itu, Setiti pun segera berjongkok di kegelapan. Tulupnya sudah siap berada di mulutnya.
Ketika sebuah bayangan lewat tidak jauh di depannya ke arah kawannya yang berteriak, maka orang itu pun terhenti. Sesuatu terasa menyengat lengannya. Namun rasa-rasanya kepalanya menjadi pedih. Pandangan matanya menjadi kabur. Orang itu pun kemudian jatuh tersungkur. Paser Setiti yang melontarkan sejenis senjata rahasianya yang beracun, telah membunuh orang itu.
Beberapa saat kemudian, Baruni pun telah berlari menyusup di antara pohon-pohon perdu. Ketika seorang mencoba memburunya, maka orang itu terhenti dan jatuh terlentang. Sebatang anak panah menancap di dadanya.
“Anak iblis,” geram seorang yang lain. Tetapi ia tidak sempat membantu kawannya. Sebutir batu kecil yang bulat yang dilontarkan dengan bandil mengenai pelipisnya.
Orang itu berteriak kesakitan, kemudian terhuyung-huyung dan jatuh terguling. Dari pelipisnya mengalir darah yang merah segar.
Pertempuran pun telah terjadi di kebun belakang. Tetapi anak-anak angkat Nyi Citra Jati itu tidak menghadapi mereka dengan terbuka. Mereka menyerang dari kegelapan dengan anak panah, bandil dan paser-paser kecil beracun. Kemudian mereka menghilang dalam kegelapan.
Anak-anak Nyi Citra Jati itu mampu memanfaatkan pengenalan mereka yang jauh lebih baik atas medan daripada lawan-lawannya.
Beberapa di antara para pengikut Srini itu memburu lawan-lawannya yang muncul, menyerang dan menghilang dalam kegelapan. Namun satu demi satu, para pengikut Srini itu jatuh terguling.
“Licik!” teriak Gunung Lamuk, yang setiap kali mendengar anak buahnya berteriak. “Kalian tidak berani bertempur beradu dada. Kalian hanya berani menghadapi kami dengan cara seorang pengecut.”
Tidak ada jawaban. Yang terdengar adalah seorang lagi pengikut Gunung Lamuk berteriak tinggi. Kemudian terdiam.
“Bagus!” teriak Gunung Lamuk, “Jika kalian tidak mau keluar dari persembunyian kalian, kami akan mencari kalian pada setiap jengkal tanah. Kami akan mengaduk seluruh halaman dan kebun ini sampai kalian kami ketemukan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit Menoreh seri Ketiga
Historical Fictionsambungan dari seri pertama dan seri kedua dimulai sari bagian 286 dan seterusnya sampai kuota tulisan habis