357

260 17 0
                                    

Api di Bukit Menoreh

Buku 357 (Seri IV Jilid 57)

 admin

11 tahun yang lalu

Iklan

Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Peristiwa seperti itu masih juga terulang. Masih saja ada persoalan-persoalan kecil yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Tetapi agaknya anak-anak muda itu sulit untuk diajak berbicara.

“Nah, rakit itu sudah semakin menepi. Marilah, Nduk, jangan takut. Kami tidak akan menyakitimu. Bahkan kau akan mendapatkan apa yang belum pernah diberikan oleh suamimu.”

Jantung Rara Wulan terasa bergejolak. Ketika ia berhadapan dengan Soma dan Tumpak, darahnya serasa mendidih. Bahkan ia telah bertempur dengan Tumpak dan ia tidak dapat menghindari dari pembunuhan yang dilakukannya, pada saat ia membentur ilmu lawannya dengan ilmu Pacar Wutah Puspa Rinonce.

Tetapi anak-anak ini berbeda. Mereka tidak tahu apa yang dilakukannya. Mereka tidak menyadari, bahwa tingkah lakunya itu akan dapat berakibat buruk.

Menghadapi anak-anak muda itu, akhirnya Rara Wulan berkata, ”Anak-anak. Jangan bermain api. Kalian tentu tahu bahwa tangan kalian akan dapat hangus. Sebagaimana jika kalian bermain air, maka pakaian kalian akan dapat menjadi basah.”

“He? Perempuan itu memanggil kita anak-anak!” orang yang bertubuh raksasa itu berteriak.

“Ya. Kalian masih terlalu kanak-kanak untuk mengetahui apa yang sebenarnya kalian hadapi sekarang ini,” Glagah Putih-lah yang menyahut. “Karena itu, urungkan niatmu. Jangan mencelakai diri sendiri.”

“He, bocah edan. Apa maksudmu, he? Menggertak kami, atau sengaja mempermainkan kami? Jika kau masih menyebut kami anak-anak, aku akan menyumbat mulutmu dengan pasir.”

Glagah Putih termangu-mangu sejenak. Sementara itu rakit yang ditunggu itu sudah menepi.

“Nah, Ki Sanak. Rakit itu sudah menepi. Jika kalian ingin mempergunakannya lebih dahulu pergunakan. Kami akan menyeberang dengan rakit berikutnya, karena nampaknya rakit itu tidak akan dapat memuat kita semuanya sekaligus.”

“Sudah aku katakan, kau tinggal di sini. Perempuan itu akan ikut bersama kami.”

Glagah Putih memang tidak sesabar Agung Sedayu. Karena itu maka katanya, “Pergilah kalian semuanya, atau kami akan mengusir kalian seperti mengusir sekumpulan kucing hutan.”

Wajah anak-anak muda itu menjadi merah. Seorang yang bertubuh raksasa itu pun segera melangkah maju. Diraihnya baju Glagah Putih. Sambil mengguncangkan iapun berkata, “Ulangi perkataanmu. Aku benar-benar akan menyumbat mulutmu dengan pasir.”

Namun tidak seorangpun tahu apa yang terjadi, ketika tiba-tiba saja anak muda yang bertubuh raksasa itu melangkah surut setapak. Tangannya yang mencengkam baju Glagah Putih itu terlepas. Perlahan-lahan anak muda itu jatuh pada lututnya. Namun kemudian iapun berguling di pasir tepian.

“Apa yang terjadi?” teriak seorang kawannya.

Kawan-kawannya sudah siap untuk meloncat mendekatinya, namun segera berhenti. Dipandanginya Glagah Putih yang sedang membenahi pakaianya yang menjadi kusut.

Api di Bukit Menoreh seri KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang