Api di Bukit Menoreh
Buku 336 (Seri IV Jilid 36)
admin
11 tahun yang lalu
Iklan
“Kita telah kehilangan,” berkata ayah gadis yang pertama kali dibebaskan oleh Glagah Putih dan Rara Wulan, “gadis yang menyebut dirinya Wara Sasi itu telah mengumpankan dirinya sendiri. Sebagai seorang gadis yang cantik, ia berharap bahwa Ki Demang yang telah dicurigai itu menculiknya. Dengan tingkat kemampuannya yang tinggi, ia justru berhasil menawan Ki Demang serta membebaskan anak gadisku.”
“Gadis itu telah kecewa,” desis ibu gadis yang pertama kali diketemukan.
“Salahku. Dalam keadaan bingung sekali, aku justru membentaknya. Tapi aku sudah mohon maaf, dan gadis itu bersedia datang kembali ke rumah ini.”
“Kita tidak akan dapat menemukan mereka,” berkata Ki Jagabaya dengan penuh penyesalan.
Orang-orang kademangan itu memang menyesali kepergian Glagah Putih dan Rara Wulan. Apalagi orang tua dari gadis-gadis yang hilang, yang telah diketemukan kembali. Mereka menjadi semakin menyesal, ketika mereka mendengar dari orang yang pernah dititipi pedang oleh Rara Wulan, bahwa perempuan yang menyebut dirinya Wara Sasi itu telah mengumpankan dirinya untuk membongkar kejahatan yang dilakukan oleh Ki Demang. Jika usaha perempuan itu gagal, maka ia sendiri akan menjadi korban sebagaimana gadis-gadis yang lain.
“Aku menduga bahwa ia akan kembali ke rumahku,” berkata orang yang pernah dititipi pedang Rara Wulan itu.
“Kapan?” bertanya Ki Jagabaya
“Itulah yang tidak dapat aku katakan.”
Ki Jagabaya menarik nafas panjang. Katanya, “Apa boleh buat. Tetapi hati kami telah mengucapkan terima kasih kepada mereka. Meskipun mereka tidak mendengar, tetapi kami bukan orang-orang yang tidak mau berterima kasih. Orang tua gadis-gadis yang hilang itu tentu sudah berputus-asa. Mereka cenderung untuk mempercayai dongeng yang mengerikan tentang Ki Demang.”
“Ya. Kami juga mengira bahwa anak gadis kami sudah mati, dan tidak mungkin akan dapat pulang dalam keadaan apapun.”
“Kita ucapkan terima kasih kami dengan hati yang tulus. Biarlah angin membawanya ke telinga hati kedua orang kakak beradik itu,” berkata salah seorang ibu dari seorang gadis yang telah diketemukan pula.
Dalam pada itu, Glagah Putih dan Rara Wulan pun sudah semakin jauh meninggalkan padukuhan itu. Mereka sadari, bahwa ada kemungkinan buruk terjadi atas diri mereka. Orang yang mengaku murid dari perguruan Kedung Jati itu akan dapat menyentuh saudara-saudaranya seperti sentuhan pada sarang semut ngangrang. Semut-semut itu akan dapat keluar dari sarangnya dan menebar berserakan dengan marah.
Semalam suntuk keduanya tidak beristirahat. Ketika matahari naik serta sinarnya mulai menggatalkan kulit, keduanya sampai ke sebuah pasar yang terhitung ramai dikunjungi orang.
“Agaknya hari ini hari pasaran,” desis Rara Wulan.
“Kita dapat berhenti sebentar di sini.”
Rara Wulan mengangguk-angguk. Katanya, “Kita cari minuman. Aku haus.”
“Dan lapar.”
Rara Wulan tersenyum. Katanya, “Ya. Kita memang lapar. Lihat, nasi megana itu nampaknya masih hangat.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit Menoreh seri Ketiga
Ficción históricasambungan dari seri pertama dan seri kedua dimulai sari bagian 286 dan seterusnya sampai kuota tulisan habis