Api di Bukit Menoreh
Buku 288 (Seri III Jilid 88)
admin
11 tahun yang lalu
Iklan
Ketika mereka memasuki regol halaman, maka Sabungsari berdesis, “Agaknya Ki Rangga Wibawa sudah ada di rumah.”
“Mungkin. Jika Ki Rangga berangkat pagi-pagi, maka ia sudah lama berada di rumah,” jawab Glagah Putih.
Sabungsari mengangguk-anggguk. Tetapi ia tidak menjawab.
Namun ternyata keduanya tidak melihat seekor kuda pun berada di halaman. Karena itu, maka Glagah Putih justru berdesis, “Tidak nampak seekor kuda pun. Apakah mereka belum datang?”
Sabungsari mengangguk-angguk sambil berdesis, “Atau justru mereka tidak datang hari ini?”
Keduanya masih belum tahu jawabnya.
Sebenarnyalah ketika mereka masuk ke ruang dalam dan duduk bersama Agung Sedayu, maka Agung Sedayu justru berkata, “Ki Rangga Wibawa masih belum datang.”
Glagah Putih dan Sabungsari saling berpandangan sejenak. Kemudian Glagah Putih pun menjawab, “Menurut keterangannya, Ki Rangga akan menyusul pagi ini. Mungkin ia masih harus menyelesaikan tugasnya, sehingga ia baru dapat datang sore hari atau bahkan esok pagi.”
(dalam cetakan buku asli terdapat bagian yang hilang di sini)
“Kita berdoa agar keadaannya menjadi semakin baik,“ berkata Agung Sedayu. “Ketika aku katakan bahwa Ki Rangga akan datang, maka wajahnya nampak sedikit cerah.”
Glagah Putih mengangguk-angguk. Katanya, “Syukurlah. Jika Ki Rangga benar datang, mudah-mudahan akan menambah ketegaran hati Wacana.”
Demikianlah, setelah makan Glagah Putih dan Sabungsari pun telah meninggalkan ruang dalam. Sabungsari telah pergi ke gandok menemui kawan-kawannya dari kelompok Gajah Liwung, sementara Glagah Putih menengok Rara Wulan sejenak, yang keadaannya sudah semakin baik. Bahkan Rara Wulan sudah dapat turun dari pembaringan dan pergi ke dapur.
Dari bilik Rara Wulan, Glagah Putih sempat melihat Wacana yang masih terbaring diam.
Ketika kemudian Glagah Putih duduk di sampingnya, maka Wacana pun berdesis, “Apakah Paman tidak jadi datang?”
“Aku kira Ki Rangga tentu datang. Tetapi mungkin karena tugasnya, maka kedatangannya telah tertunda.”
“Apakah seluruh Tanah Perdikan sudah aman?” bertanya Wacana pula.
Glagah Putih mengerutkan keningnya. Tiba-tiba saja ia mulai memikirkan keselamatan Ki Rangga di perjalanan. Bahkan timbul niatnya untuk menyongsong perjalanan Ki Rangga.
Tetapi Glagah Putih tidak tahu, jalan manakah yang akan ditempuh oleh Ki Rangga. Meskipun menurut perhitungan, jalan yang paling banyak dilalui adalah justru jalan yang melalui penyeberangan sebelah selatan.
Dalam pada itu, maka Glagah Putih pun kemudian beringsut dari tempatnya sambil berdesis, “Usahakan agar kau dapat tidur, Wacana. Tidur termasuk pengobatan yang baik bagimu.”
Wacana menganguk kecil sambil berdesis, “Aku akan mencobanya Glagah Putih.”
Demikianlah, ketika Glagah Putih pergi ke gandok, iapun berkata kepada Sabungsari, “Apakah sebaiknya kita lihat ke penyeberangan sebelah selatan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Api di Bukit Menoreh seri Ketiga
Historical Fictionsambungan dari seri pertama dan seri kedua dimulai sari bagian 286 dan seterusnya sampai kuota tulisan habis