302

454 16 0
                                    

Api di Bukit Menoreh

Buku 302 (Seri IV Jilid 2)

 admin

11 tahun yang lalu

Iklan

Kawan-kawannya termangu-mangu sejenak. Tetapi mereka sama sekali tidak melihat persiapan orang-orang Tanah Perdikan itu untuk melakukan perburuan.

Meskipun demikian, anak-anak muda itu telah berusaha secepatnya memanjat tebing. Kemudian menuruni sisi yang lain dan keluar dari tlatah Tanah Perdikan Menoreh.

Pada saat yang bersamaan, Ki Jayaraga telah berada di padepokan Kiai Warangka di dekat padukuhan Kronggahan. Ki Winong dan Ki Serut pun segera disimpan dalam bilik khusus. Kepada para cantriknya Kiai Warangka berpesan, “Berhati-hatilah. Kedua orang itu berbahaya, jangan sampai lepas. Awasi bilik tahanan. Mereka susah untuk melarikan diri, tetapi kemungkinan orang lain yang berusaha membebaskan mereka.”

Seorang putut dan seorang cantrik yang ikut pergi ke Tanah Perdikan itu-lah yang diserahi tanggung jawab terhadap kedua orang tawanan mereka itu.

“Siapakah mereka?” bertanya seorang putut yang lain.

Putut yang pergi bersama Kiai Warangka itu menjawab, “Mereka adalah para cantrik dari padepokan Kiai Timbang Laras.”

“Kiai Timbang Laras?” putut yang bertanya itu menjadi heran. Ia mengenal Kiai Timbang Laras sebagai saudara seperguruan Kiai Warangka.

“Ya. Nampaknya keberadaan mereka di padepokan ini dianggap penting, sehingga Ki Jayaraga harus mengantar perjalanan kami.”

“Apakah keduanya berilmu sangat tinggi?”

“Tidak. Keduanya tidak berilmu tinggi. Tetapi kemungkinan lain dapat terjadi. Justru usaha untuk membebaskan kedua orang itu oleh saudara-saudara seperguruan mereka.”

Putut itu pun kemudian menceritakan kepada kawannya, apa yang telah dilakukan oleh kedua orang itu, sehingga Kiai Warangka merasa perlu untuk membawa keduanya ke padepokan itu.

Dalam pada itu, Ki Jayaraga masih berbincang dengan Kiai Warangka tentang banyak kemungkinan yang dilakukan oleh Kiai Timbang Laras. Setelah beristirahat sejenak, keduanya telah pergi ke bilik tempat kedua orang murid Kiai Timbang Laras itu disimpan.

Dalam pada itu, para cantrik dari padepokan Kiai Warangka itu telah berjaga-jaga dengan sebaik-baiknya. Jika Kiai Timbang Laras datang untuk mengambil kedua muridnya, padepokan Kiai Warangka itu sudah siap untuk menghadapi mereka.

“Apakah Kiai Timbang Laras mengetahui bahwa dua orang muridnya ada di sini?” desis seorang cantrik.

“Entahlah. Tetapi Kiai Timbang Laras itu mempunyai seribu mata dan seribu telinga. Bahkan seakan-akan dedaunan di pepohonan itu adalah telinganya pula, sementara di dinding-dinding padukuhan itu melekat matanya yang tidak pernah berkedip,” jawab kawannya.

Dalam pada itu, Kiai Warangka dan Ki Jayaraga telah berada di dalam bilik kedua orang murid dari padepokan Kiai Timbang Laras itu. Dengan nada berat Kiai Warangka itu bertanya, “Apakah kalian ingin berbicara dengan Kiai Warangka?”

Kedua orang itu termangu-mangu sejenak. Sementara Kiai Warangka yang diperkenalkan sebagai Ki Bekel itu berkata selanjutnya, “Menurut para cantrik, Kiai Warangka sedang pergi ke Kronggahan. Tetapi ia akan segera kembali.”

Api di Bukit Menoreh seri KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang