362

315 18 0
                                    

Api di Bukit Menoreh

Buku 362 (Seri IV Jilid 62)

 admin

11 tahun yang lalu

Iklan

Glagah Putih dan Rara Wulan termangu-mangu sejenak. Sebelum mereka menjawab, Ki Umbul Telu itu pun berkata pula, “Kami masih ingin juga mendapat petunjuk Angger berdua.”

Glagah Putih menarik nafas panjang. Katanya, “Bagaimana mungkin kami memberikan petunjuk kepada Ki Umbul Telu. Yang mungkin dapat kami sampaikan adalah sekedar gagasan-gagasan yang mungkin banyak berarti.”

“Gagasan-gagasan itulah yang sebenarnya ingin kami dengar. Kami akan mempertimbangkan pelaksanaannya.”

“Ki Umbul Telu. Bukan maksud kami menolak keinginan Ki Umbul Telu agar kami untuk beberapa lama tinggal di padepokan ini. Tetapi kami masih harus melanjutkan perjalanan kami. Meskipun demikian, kami akan mengusahakan waktu barang dua tiga hari untuk tetap tinggal di sini.”

“Tidak hanya dua tiga hari,” sahut Ki Kumuda, “tetapi dua tiga bulan.”

Glagah Putih dan Rara Wulan tersenyum. Dengan nada datar Glagah Pulih menyahut, “Terima kasih, Ki Kumuda. Tetapi kami tidak dapat tinggal di satu tempat untuk waktu yang terlalu lama. Tetapi kami akan berusaha untuk tidak mengecewakan Ki Kumuda.”

Ki Kumuda pun tertawa pula.

Dengan demikian, Glagah Putih dan Rara Wulan tidak dapat segera meninggalkan padepokan di gumuk kecil itu. Mereka tidak sampai hati untuk menolak permintaan para pemimpin di padepokan itu. Ki Umbul Telu memang sedang merencanakan untuk membuka kembali jalur perdagangan dengan para pedagang yang lewat di jalan-jalan yang dianggapnya berbahaya, sehingga mereka memerlukan membentuk kelompok-kelompok agar mereka dapat mengatasi para penyamun di perjalanan. Jika mereka dapat membantu menjamin keamanan di sepanjang jalan itu, maka perdagangan pun akan terbuka kembali. Yang akan lewat tidak hanya orang-orang berkuda yang melarikan kuda mereka seperti dikejar hantu. Tetapi juga para pedagang yang membawa pedati yang dapat memuat berbagai macam barang dagangan yang terhitung agak besar dan berat.

Namun dalam dua tiga hari, para penghuni padepokan itu masih disibukkan selain mengubur mereka yang terbunuh, juga merawat mereka yang terluka.

Bagaimanapun juga padepokan itu pun masih juga dibayangi oleh wajah-wajah duka, karena ada di antara mereka yang telah gugur di perjuangan mereka mempertahankan perguruan mereka.

Karena itu, maka dalam tiga hari pertama setelah pertempuran di bukit kecil itu, Ki Umbul Telu masih belum dapat mengambil langkah-langkah untuk mulai dengan rencananya.

Baru kemudian, setelah tiga hari berlalu, Ki Umbul Telu mulai berbicara dengan para pengikut Ki Dandang Ireng yang menyerah dan ditahan di Perguruan Awang-Awang.

“Kami tidak dapat menahan kalian untuk seterusnya di sini. Kami pun tidak berhak untuk membuat penyelesaian yang termudah dengan membunuh kalian semuanya,“ berkata Ki Umbul Telu.

Para tawanan itu menundukkan kepala mereka. Mereka menjadi berdebar-debar, keputusan apakah yang akan diambil oleh Ki Umbul Telu. Orang yang dituakan di padepokan itu.

Seandainya para penghuni padepokan itu mengambil keputusan untuk membunuh mereka semuanya, maka mereka dapat saja melakukannya tanpa diketahui oleh siapapun juga. Apalagi oleh tangan-tangan kekuasaan Mataram.

Api di Bukit Menoreh seri KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang